Get Money

 

27 Jan 2013

CERPEN : Sebuah Alasan

Sarah mulai mengiris tangannya dengan silet, mengalihkan rasa sakit yang berakar di dada dan batinnya. Dead end, tragic, that’s she mind. Tak dapat melupakan seluruh memory pahit tantang mu, ketidak perdulian mu, yang sedetik dapat membuatku hancur dan melebur disetiap udara segar yang tak dapatku hirup. Mengapa kamu tidak mencoba untuk pergi dari pria pemarah dan pengatur itu?
                “aku tidak suka pria pengatur, aku ingin kita putus”. “semudah itukah kamu mengakhirinya?” dengan nada membentak. Sekilas seperti kau menekan ulu ke jantungku, sesak. “apakah kamu masih mau bermain-main dengan pria lain? Bermain-main dengan cinta?” bentaknya lagi didepan hadapan dan telinga gadis itu, menyalahkan sarah lagi. “a-a-ak” tak dapat berkata demi menahan tangis dan berlaga sekuat Will Attenton saat mengetahui dia kehilangan lybee istrinya dan kedua anaknya difilm dream house. Pria itu merangkul sarah dengan kuat, “don’t go”. Sarah hanya diam, masih menahan sesak diulu dan seluruh badannya, pelukan yang kuat. Have tried it.
                Aku pergi menjauh dari lingkungan, kebiasaan, hobby, karena pria itu. Kemana sifat selalu tersenyumku? Aku ingin teriak melepaskan, melegahkan tekanan yang kau buat disini, menunjuk dada. Aku bukan yang  terbiasa dengan memendam rasa sakit sendirian, aku ingin kamu merasa. Rasa itu mendendam karna kekalahan akan sifat ketidak perdulianmu itu. Semuanya berlalu meninggalkanku seperti angin yang merobek-robek daun yang rapuh itu. Masih merasakan sakit, masih mengiriskan silet memenuhi lengannya dengan goresan. Sarah tidak merasakan apapun dengan lengannya, lebih perih sakit didadanya.
                “kita akan hidup bahagia, hanya kamu dan aku tanpa teman2 atau siapapun yang bisa merasakan kebahagiaan kita” kalimat yang kau ucapkan 2bulan perjalanan relationship kita, bulan lalu, yang kau ingkari. “kamu dimana?” sent, no replay. Besoknya “kamu lagi apa?” sent, no replay. “tuuut…tuuuut” hanya suara itu yang terdengar saat menelpon. “dimana pria yang mendekatimu? Akan aku pecahkan kepalanya” membentak, takut melukai orang lain disampingku, “baiklah aku akan menjauhi mereka”. Masih banyak luka dalam ingatan yang terbesit di pikiranku…
                “Sarah… Sarah…” knokknok. “iia bu…”. “bayar uang kos nak, kamu tidak keluar? Kamu dikamar terus nak?” teriak ibu kost dari depan pintu. “gk bu, sarah lagi belajar” Sarah masih buru-buru membersihkan wajahnya yang kusut dari tangis dan tangannya yang masih abound with blood. “ini bu, maaf ya sarah lagi agak sibuk jadi gk bisa mengantarkan kerumah” menonyodorkan sejumlah uang, hanya sedikit cela pintu yang dibukanya untuk mengintip, tersenyum. Kembali ke kamar menatap sekeliling kamar, menatap dus yang berisi barang2 yang diberikan Tio. Dihamburnya dilantai, seluruh barang terlihat rusak. Mencari-cari bandow yang diberikan Tio saat Anyversary 3 bulan, bandow patah itu di patah-patahkannya lagi, namun crowded of the unflagging.
                “Triiiiing triiiiiiiing” nada dering panggilan. “ayo kita jalan Sar, aku jemput sejam lagi ya…”. “iia”. Sejam? Sarah beranjak, menuju lemari kayu berpintukan cermin menatap dirinya dari ujung kaki hingga rambut, telanjang, menatap sinis dirinya sendiri dicermin, ceking, tetesan darah di hidung melengkapi kekacauan seluruh wajahnya. Remang-remang menatap cermin, ini karena dia tak makan dan tak minum selama tiga hari ini, stressnya mencapai klimaks. Sarah sejenak tersender di cermin, kemudian membuka lemari dan mengambil sebuah topleh yang tertutup rapat, yang terdapat berkeping-kepng coklat. Dia memilih yang terbesar dan memakannya untuk tenaganya malam ini. Dia tak ingin mengecewakan Tio malam ini.
Saraha mulai merias, dia adalah perias yang baik, dia tak pernah mengecewakan setiap orang yang terpesona menatapnya. Setelah 3 bulan terakhir ini kamu mengekangku, akhirnya kamu mengajakku lepas dan terbang mengajakku leaving from the darkness, pikir sarah, kemudian tersenyumlah gadis itu sambil mencari-cari baju yang tertutup untuk menutupi pelampiasan dari sakit yang mencabik-cabik badannya. Last, lipstick untuk menutupi pucat bibirnya.
                Masih sama dengan 3 bulan yang lalu, tempat hangout, beberapa teman2nya, tidak ada yang berkurang dan bertambah. Dan sikap frendly ku tumbuh kembali setelah lama terkubur dikamar kost. Perbincangan masih nyaman dengan mereka meski lama tidak berjumpa. “tumben kamu pakai jacket, apa kamu sakit?” bisik Tio. Sarah hanya menggelengkan kepala dan tersenyum untuk menjawab sebuah pertanyaan itu. Hingga seluruh pandangan terpaku pada gadis yang datang menghampiri mereka. “itu wanita yang kamu pertahankan? Itu wanita yang kamu banding-bandingkan dengaku?” gadis itu berucap sinis sambil menatap sarah. Apa yang selama ini tidak aku ketahui? Tatapanku masih heran menatap Tio. Matanya menggambarkan semuanya, pikirku mencerna apa yang terjadi selama dia mengekangku. Mengurung, melarang ini itu, dan cara dia mencintaiku, sangat berubah. Mengapa dia tidak memutuskanku saja untuk wanita ini? “mengapa kamu tidak memutuskanku saja untuk wanita ini?” ucap Sarah masih lembut. “inikah sebuah alasan mengapa kamu mengurungku? Alasan mengapa cara mencintaimu berubah terhadapku?”
                Sakit ini menggerakkan tubuh menjauh dari sekumpulan kawanan yang hanya terpaku menatap pertunjukan yang mematikanku itu. “Sarah, turuh dari angkot sekarang!!!” teriak Tio yang mengejar angkot. Derai air mata yang kau buat tak kunjung memulihkan rasa tercabik-cabiknya hatiku. Aku masih berlari pergi darimu, aku mohon berhentilah mengejar. Sarah menaiki anak tangga menuju kamarnya dengan pandangan berbayang. Tak sempat membuka pintu, sarah terjatuh pingsan.
                Hilang, semuanya hilang, sakit, perih, tak ingin semuanya berhenti menghilang, tak ingin hanya sejenak. Tidurkan aku selama yang kau mau Tuhan… seberapa kuat lagikah aku untuk bertahan ketika aku terbangun? Kau menari-nari didalam perihku, tidakkah kau letih? Tidakkah ingin sejenak kau beristirahat dari bersenang-senang diatas kesakitanku? Dan tak seorangpun akan berbagi dahaga dengamu kecuali aku bukan? Hingga kau mempertahankan aku didalam jeruji hatimu yang penuh dengan duri. Tidak bisakah kamu merasakan sesak ini? Seperti yang aku rasakan kemarin? Aku mencoba menari mengikutimu dengan penuh derai air mata menutupi batinku. Dimana lagi aku menggores tubuh ini? Sedangkan sakit ini pasti akan mencabik hatiku ketika aku terbangun.
“harrrrgh” teriak sarah berat, seperti terbangun dari mimpi buruk, beku, terasa dingin seluruh isi tubuh. “apa yang kamu perbuat dengan badanmu? Apa yang membuatmu bertindak bodoh seperti ini? Sarah, ayo bicara!!!” memelukku erat, pelukan yang aku rindukan. Tidur dipangkuannya seperti saat anyversary 1 bulan kau mengajakku ke pantai, dan aku tidur dipangkuanmu. Aku merasa basahnya pipiku oleh air mata Tio, ditambah darah mimis yang melumuri pipiku. “ayo bicara padaku Sarah” teriak Tio lagi dikamar kost. “sssst jangan brisik, perih di hati ini adalah sebuah alasan mengapa ada goresan di lengan ini” dengan senyuman sarah. “pergilah tinggalkan aku, aku ingin mengakhiri semua ini” mencoba untuk bangun dari pangkuannya. Aku ingin mengakhiri rasa sakit ini dengan memutuskan untuk mati. Aku masih dapat mendengar suaranya, suara terakhirnya “forgive me” dan suara hentakan kakinya yang menjauh pergi meninggalkanku. Kemudian tak lagi aku mendengar suara bunyi pintu…

Tidak ada komentar:

Posting Komentar