Sarah mulai mengiris tangannya dengan
silet, mengalihkan rasa sakit yang berakar di dada dan batinnya. Dead end,
tragic, that’s she mind. Tak dapat
melupakan seluruh memory pahit tantang mu, ketidak perdulian mu, yang sedetik
dapat membuatku hancur dan melebur disetiap udara segar yang tak dapatku hirup.
Mengapa kamu tidak mencoba untuk pergi dari pria pemarah dan pengatur itu?
“aku tidak suka pria pengatur,
aku ingin kita putus”. “semudah itukah kamu mengakhirinya?” dengan nada
membentak. Sekilas seperti kau menekan
ulu ke jantungku, sesak. “apakah kamu masih mau bermain-main dengan pria
lain? Bermain-main dengan cinta?” bentaknya lagi didepan hadapan dan telinga
gadis itu, menyalahkan sarah lagi. “a-a-ak” tak dapat berkata demi menahan
tangis dan berlaga sekuat Will
Attenton saat mengetahui dia kehilangan lybee istrinya dan kedua anaknya difilm
dream house. Pria itu merangkul sarah dengan kuat, “don’t go”. Sarah hanya
diam, masih menahan sesak diulu dan seluruh badannya, pelukan yang kuat. Have
tried it.
Aku pergi menjauh dari lingkungan,
kebiasaan, hobby, karena pria itu.
Kemana sifat selalu tersenyumku? Aku ingin teriak melepaskan, melegahkan
tekanan yang kau buat disini, menunjuk dada. Aku bukan yang terbiasa dengan
memendam rasa sakit sendirian, aku ingin kamu merasa. Rasa itu mendendam karna kekalahan
akan sifat ketidak perdulianmu itu. Semuanya berlalu meninggalkanku seperti
angin yang merobek-robek daun yang rapuh itu. Masih merasakan sakit, masih
mengiriskan silet memenuhi lengannya dengan goresan. Sarah tidak merasakan
apapun dengan lengannya, lebih perih sakit didadanya.
“kita
akan hidup bahagia, hanya kamu dan aku tanpa teman2 atau siapapun yang bisa
merasakan kebahagiaan kita” kalimat yang
kau ucapkan 2bulan perjalanan relationship kita, bulan lalu, yang kau ingkari. “kamu
dimana?” sent, no replay. Besoknya “kamu lagi apa?” sent, no replay.
“tuuut…tuuuut” hanya suara itu yang terdengar saat menelpon. “dimana pria yang
mendekatimu? Akan aku pecahkan kepalanya” membentak, takut melukai orang lain disampingku, “baiklah aku akan menjauhi
mereka”. Masih banyak luka dalam
ingatan yang terbesit di pikiranku…
“Sarah…
Sarah…” knokknok. “iia bu…”. “bayar uang kos nak, kamu tidak keluar? Kamu
dikamar terus nak?” teriak ibu kost dari depan pintu. “gk bu, sarah lagi
belajar” Sarah masih buru-buru membersihkan wajahnya yang kusut dari tangis dan
tangannya yang masih abound with blood. “ini bu, maaf ya sarah lagi agak sibuk
jadi gk bisa mengantarkan kerumah” menonyodorkan sejumlah uang, hanya sedikit
cela pintu yang dibukanya untuk mengintip, tersenyum. Kembali ke kamar menatap
sekeliling kamar, menatap dus yang berisi barang2 yang diberikan Tio.
Dihamburnya dilantai, seluruh barang terlihat rusak. Mencari-cari bandow yang diberikan
Tio saat Anyversary 3 bulan, bandow patah itu di patah-patahkannya lagi, namun
crowded of the unflagging.
“Triiiiing
triiiiiiiing” nada dering panggilan. “ayo kita jalan Sar, aku jemput sejam lagi
ya…”. “iia”. Sejam? Sarah beranjak,
menuju lemari kayu berpintukan cermin menatap dirinya dari ujung kaki hingga
rambut, telanjang, menatap sinis dirinya sendiri dicermin, ceking, tetesan
darah di hidung melengkapi kekacauan seluruh wajahnya. Remang-remang menatap
cermin, ini karena dia tak makan dan tak minum selama tiga hari ini, stressnya
mencapai klimaks. Sarah sejenak tersender di cermin, kemudian membuka lemari
dan mengambil sebuah topleh yang tertutup rapat, yang terdapat berkeping-kepng
coklat. Dia memilih yang terbesar dan memakannya untuk tenaganya malam ini. Dia
tak ingin mengecewakan Tio malam ini.
Saraha
mulai merias, dia adalah perias yang baik, dia tak pernah mengecewakan setiap
orang yang terpesona menatapnya. Setelah
3 bulan terakhir ini kamu mengekangku, akhirnya kamu mengajakku lepas dan
terbang mengajakku leaving from the darkness, pikir sarah, kemudian
tersenyumlah gadis itu sambil mencari-cari baju yang tertutup untuk menutupi
pelampiasan dari sakit yang mencabik-cabik badannya. Last, lipstick untuk
menutupi pucat bibirnya.
Masih
sama dengan 3 bulan yang lalu, tempat hangout, beberapa teman2nya, tidak ada
yang berkurang dan bertambah. Dan sikap
frendly ku tumbuh kembali setelah lama terkubur dikamar kost. Perbincangan
masih nyaman dengan mereka meski lama tidak berjumpa. “tumben kamu pakai
jacket, apa kamu sakit?” bisik Tio. Sarah hanya menggelengkan kepala dan
tersenyum untuk menjawab sebuah pertanyaan itu. Hingga seluruh pandangan
terpaku pada gadis yang datang menghampiri mereka. “itu wanita yang kamu
pertahankan? Itu wanita yang kamu banding-bandingkan dengaku?” gadis itu
berucap sinis sambil menatap sarah. Apa
yang selama ini tidak aku ketahui? Tatapanku masih heran menatap Tio. Matanya
menggambarkan semuanya, pikirku mencerna apa yang terjadi selama dia
mengekangku. Mengurung, melarang ini itu, dan cara dia mencintaiku, sangat
berubah. Mengapa dia tidak memutuskanku saja untuk wanita ini? “mengapa
kamu tidak memutuskanku saja untuk wanita ini?” ucap Sarah masih lembut. “inikah
sebuah alasan mengapa kamu mengurungku? Alasan mengapa cara mencintaimu berubah
terhadapku?”
Sakit ini menggerakkan tubuh menjauh dari
sekumpulan kawanan yang hanya terpaku menatap pertunjukan yang mematikanku itu.
“Sarah, turuh dari angkot sekarang!!!” teriak Tio yang mengejar angkot. Derai air mata yang kau buat tak kunjung
memulihkan rasa tercabik-cabiknya hatiku. Aku masih berlari pergi darimu, aku
mohon berhentilah mengejar. Sarah menaiki anak tangga menuju kamarnya
dengan pandangan berbayang. Tak sempat membuka pintu, sarah terjatuh pingsan.
Hilang, semuanya hilang, sakit,
perih, tak ingin semuanya berhenti menghilang, tak ingin hanya sejenak.
Tidurkan aku selama yang kau mau Tuhan… seberapa kuat lagikah aku untuk
bertahan ketika aku terbangun? Kau menari-nari didalam perihku, tidakkah kau
letih? Tidakkah ingin sejenak kau beristirahat dari bersenang-senang diatas
kesakitanku? Dan tak seorangpun akan berbagi dahaga dengamu kecuali aku bukan?
Hingga kau mempertahankan aku didalam jeruji hatimu yang penuh dengan duri.
Tidak bisakah kamu merasakan sesak ini? Seperti yang aku rasakan kemarin? Aku
mencoba menari mengikutimu dengan penuh derai air mata menutupi batinku. Dimana
lagi aku menggores tubuh ini? Sedangkan sakit ini pasti akan mencabik hatiku
ketika aku terbangun.
“harrrrgh” teriak sarah berat, seperti
terbangun dari mimpi buruk, beku, terasa dingin seluruh isi tubuh. “apa yang
kamu perbuat dengan badanmu? Apa yang membuatmu bertindak bodoh seperti ini?
Sarah, ayo bicara!!!” memelukku erat,
pelukan yang aku rindukan. Tidur dipangkuannya seperti saat anyversary 1 bulan
kau mengajakku ke pantai, dan aku tidur dipangkuanmu. Aku merasa basahnya
pipiku oleh air mata Tio, ditambah darah mimis yang melumuri pipiku. “ayo
bicara padaku Sarah” teriak Tio lagi dikamar kost. “sssst jangan brisik, perih di hati ini adalah sebuah alasan mengapa
ada goresan di lengan ini” dengan senyuman sarah. “pergilah tinggalkan aku, aku
ingin mengakhiri semua ini” mencoba untuk bangun dari pangkuannya. Aku ingin mengakhiri rasa sakit ini dengan
memutuskan untuk mati. Aku masih dapat mendengar suaranya, suara terakhirnya “forgive
me” dan suara hentakan kakinya yang
menjauh pergi meninggalkanku. Kemudian tak lagi aku mendengar suara bunyi
pintu…
Tidak ada komentar:
Posting Komentar