24 Feb 2013
14 Feb 2013
CERPEN : Pria diBus Itu
“apakah itu ed?” yang duduk di tengahtengah kerumunan orang didalam
bus, tangannya sama seperti pria yang pernah aku kenal. Bus ini sangat penuh,
hingga aku tidak mendapatkan tempat duduk dan berdiri dibelakang yang
dikerumuni beberapa penumpang yang menemaniku berbagi dahaga karena kami
sama-sama tidak mendapatkan tempat duduk. Pria itu sibuk bermain game di
handphonenya yang cukup besar, ipod sebuah kata singkat untuk kalimat itu. Aku
hanya bisa melihat tangannya yang sibuk mentouch sedari tadi. “Tangan itu yang
pernah menggenggam tanganku, dan lengannya yang pernah merangkulku.”
Dia menutup telinganya dengan
sebuah headset yang cukup besar untuk menutupi ruah pipinya yang tirus itu,
mungkin sedang asik mendengarkan music bergenre jazz kesukaannya dia semasa SMP
dulu yang sering kita dengarkan bersama. Dan atau mungkin dia tak lagi menyukai
jazz, I don’t know. Empat tahun sudah kami tak bersua, terpisah oleh waktu.
Sebuah kabar mengenainya, “Ed diJakarta Ran, katanya dia kerja di sebuah bank
sambil kuliah.” Terakhir aku bertemu dengannya didalam sebuah party birthday
teman empat tahun lalu setelah setahun tak lagi menjalin sebuah hubungan
special, mungkin karna kami terpisahkan oleh jarak sekolah bermilmil jauhnya.
Senior High School yang berbeda bukanlah hal yang gampang menjalin sebuah
hubungan bukan? Dia bertemu dengan lawanjenis baru, dan akupun begitu. Tidak
ada kalimat perpisahan, atau tiada kalimat putus membuat aku masih memikirkan
pria jangkung itu. Namun itu dapat ku alihkan oleh beberapa pria yang
mendekatiku. Sangat mudah aku menghilangkan namanya yang bersemayam dikepalaku,
dan sangat mudah pula kembaliku mengingat kenangan kita setika aku berdiri
sendiri lagi tak berbendamping, seperti sekarang ini, aku memikirkannya.
“mba mau tukeran aja?” seorang
pria dewasa yang tak dikenal menawarkan aku duduk. Aku yang berdiri pas tepat
disampingnya hanya menggelengkan kepala “gk usah, gk papa kok.” Pikirku, dengan
mendengar suaraku, dia akan memalingkan wajahnya kebelakang untuk melihatku.
Aku lupa ternyata dia menggunakan headset yang menutupi seluruh kedua
telinganya yang sering aku jewer dulu.
Tak ingin sedetikpun aku memalingkan wajahku untuk melihat pria itu
yang kuduga adalah Ed meskipun dari belakang. Aku berharap akan ada sesuatu
yang menggerakinya untuk menengok kebelakang. Dua jam berlalu bus ini membawaku
ketampat tujuan, dan pria itu sama sekali tidak memalingkan wajahnya
kebelakang. “em-em.. mall em-em..” teriak seorang kenek bus. Orang-orang mulai
berdiri dan saling mendorong untuk cepat turun dari bus. Aku masih bertahan
pada tempatku berdiri “eh..” aku menatap bangku yang didudukin pria itu kosong,
dan pria dengan kemeja yang sama berdiri didepanku. Bukan pria yang jangkung,
hanya memiliki kulit dan potongan rambut yang sama dengan Ed. Dia menatapku
heran karena aku menghalangi jalannya untuk keluar dari bus, aku hanya
tercengang seakan menyesali pikiranku yang menduga bahwa dia adalah pria yang
aku pikirkan.
Aku berjalan meninggalkan bus itu secara perlahan, dan
menyadari bahwa aku masih hidup dalam sebuah memory yang seharusnya telah terkubur bersama waktu.
CERPEN : Cermin Pengikat
Dita masih terpaku sunyi
didepan laptopnya, terbuka sebuah window microsoft word yang masih putih,
bersih, kosong tanpa satupun font yang tergores di paper itu. Pikirannya
kosong, matanya pun hampa menatap paper yg masih belum ternodai itu. Dahinya
mulai berkerut, bosan sudah 15menit tidah mendapatkan inspirasi dan imajinasi
untuk membuat sebuah cermin atau cerita mini buat mading utama sekolah, dimana
SMA yg dia tempati memberikannya tanggungbjawab sebagai pengisi mading sejak
dia menjuarai lomba cermin sejabodetabek tingkat SMA. Kali ini, dia sangat
tidak mendapatkan sebuah bayangan story sama sekali.
"Aaaaaaaaaargh ini
membuat gue gilaaaa!" Teriakannya membangunkan Imon yg menghabiskan waktu
istirahat hanya dengan tidur saja. Imon yang bernama lengkap atau yang memiliki
nama Akte Raymon Dermawan ini menghampiri Dita dengan mata sembabnya. Pria ini
menduduki peringkat pertama dikelas, menurutnya istirahat adalah waktu untuk
mengistirahatkan otak, bukan malah membuatnya lebih lemah, makanya dia selalu
menyempatkan waktu untuk tidur saat istirahat.
"sini gue priksa
cerminnya" dia menggeser leptop dan menatapnya dengan mata sayunya yg
terlihat masih ngantuk. Sekitar dua menit dia menatap paper itu "Mmm
bagus... bagus kok awal ceritanya, udh keliatan endingnya bakalan menarik,
yasudah lanjutkan mengerjakan" Imon mengembalikan laptop gadis itu kembali
keposisinya semula. Dita menatap pria itu dengan 1alis terangkat "lo
setres ya Mon? Ini tuh kosong!!! Papernya kosong tuh liat!!! Cerita dari
manaaaa?" Teriak gadis itu. Imon masih saja bersender di bangku tepat
disamping Dita yang perlahan kepalanya mulai jatuh dan bersender dibahu gadis
itu. Dita menatapnya pasrah sambil membuang nafas berat. Kemudian ilham mulai
terpercik keotak gadis pembuat cermin itu. Dia mulai mengetik dan mengetik,
hingga stengah jam istirahat habis, dan lonceng kelas berbunyi. Imon terbangun
dan menatap cermin buatan gadis itu yg baru saja di save. Imon mengucak-ngucak
mata sayunya dan mulai membaca. "Nahkan udah aku bilang cerminnya pasti
baguuus" sambil membongkar poni Dita dengan tangannya yg tidak cukup besar
bila dibandingkan dgn tangan para gadis, tangan anak pria yg lentik.
"Nih masukin
flaskdis cerminya ntar gue yg print" sambil mengaruk-aruk kantongnya
mencari flasdisk. *Kenapa lu yg exited
Mon?* gumam gadis ini didlm hati, masih menatap Imon yang aneh.
"Eh kq lo bengong sih?" "Awas, Rani mau duduk disamping gue! Itu
bapaknya udh mo mulai ngajar moooon" Dita agak berbisik, dan pria itu
perlahan menatap Rani yg tepat dibelakangnya berdiri menunggu Imon menyingkir.
"Oh, sorry Ran, udh lama nunggu ya?" Dan Imon meninggalkan Dita
dengan tersenyum, malunya tidak terpamapang.
"Treng - treng - treng"
lonceng skolah yg bunyinya menusuk telinga itu akhirnya berbunyi mengakhiri
kegiatan belajarmengajar. "Dit gue duluan ya.." "iia Ran
hati-hati" melanjutkan membaca cermin yang dia buat tadi, mengantisipasi
terjadinya kesalahan kata atau gk singkronnya kalimat sebelum Dita mengeprin
dan mengexposeenya di mading nnty. "Nih flasdisknya" Imon masih saja
ingin memintanya. "Buat apa mon?" Gadis itu sibuk membaca dan
memperbaiki cermin. "Biar aku gk repot2 buat nyalin ulang cermin kamu
Dit," Imon menatap Dita yg masih saja sibuk. "Jadi gini, mmm gini Dit," mulai gugup "slama ini cermin
yg kamu buat aku masukin di blog, dan responnya cukup banyak dan beragam
dari penggemar cerita pendek," masih serius saja gadis itu membaca cerminnya, menghiraukan apa yang didengar.
Imon mengeluarkan laptop dan menyambungnya kejaringan internet untuk
memperlihatkan blog yang ia buat. "Liaaaaat Dit" Imon menggeserkan
rahang gadis itu agar memperhatikan karyanya. "Aku gk plagiat, disini
tertera seluruh nama, foto dan biodata pembuat cermin dan itu kamu, apa kamu gk
sadar klo selama ini aku selalu merhatiin kamu?" Dita masih terdiam, mimik
wajahnya seakan tegang tak percaya, bahkan bibirnya masih tertutup rapat, berpura-pura tidak peduli itu tidak berhasil *apa-apaan ini???* batin gadis itu.
"Dita, aku mau hubungan special kita menjadi sebuah inspirasi setiap cermin
kamu," Imon berusaha meyakinkan
Dita, dengan memegang kedua bahu Dita yang hanya terpaku bisu menatap Imon
"Dit, ngomong dong?!!" Lalu dita menggaruk. "*dugdugdug suara jantung Dita yg melaju 2x lebih kencang* Iia Mon, aku mau jadi pacar kamu, sekarang jangan ganggu
konsentrasi aku ya?!" Pernyataan yang diikuti dengan mengalihkan
pembicaraan, Dita membenarkan posisinya sperti semula menatap layar terpaku
meneruskan pekerjaannya, meskipun sekarang diakuinya dia tak lagi bisa konsentrasi. *padahal aku belum nanya mau jadi pacar apa
enggak tapi yasudahlah, bonus*.
"sinii aku yang
mengkoreksi, dan kamu mengkoreksi blok aku" Imon menukarkan leptop dan
melihat Dita tersenyum pasrah. "Ini foto aku? Dapet dari mana?" Dita
mencubit, "awww ada deeeh" dan mereka mulai bercanda untuk yg pertama
kalinya sebagai sepasang kekasih...
Langganan:
Postingan (Atom)