Get Money

 

14 Feb 2013

CERPEN : Pria diBus Itu

“apakah itu ed?” yang duduk di tengahtengah kerumunan orang didalam bus, tangannya sama seperti pria yang pernah aku kenal. Bus ini sangat penuh, hingga aku tidak mendapatkan tempat duduk dan berdiri dibelakang yang dikerumuni beberapa penumpang yang menemaniku berbagi dahaga karena kami sama-sama tidak mendapatkan tempat duduk. Pria itu sibuk bermain game di handphonenya yang cukup besar, ipod sebuah kata singkat untuk kalimat itu. Aku hanya bisa melihat tangannya yang sibuk mentouch sedari tadi. “Tangan itu yang pernah menggenggam tanganku, dan lengannya yang pernah merangkulku.”
               Dia menutup telinganya dengan sebuah headset yang cukup besar untuk menutupi ruah pipinya yang tirus itu, mungkin sedang asik mendengarkan music bergenre jazz kesukaannya dia semasa SMP dulu yang sering kita dengarkan bersama. Dan atau mungkin dia tak lagi menyukai jazz, I don’t know. Empat tahun sudah kami tak bersua, terpisah oleh waktu. Sebuah kabar mengenainya, “Ed diJakarta Ran, katanya dia kerja di sebuah bank sambil kuliah.” Terakhir aku bertemu dengannya didalam sebuah party birthday teman empat tahun lalu setelah setahun tak lagi menjalin sebuah hubungan special, mungkin karna kami terpisahkan oleh jarak sekolah bermilmil jauhnya. Senior High School yang berbeda bukanlah hal yang gampang menjalin sebuah hubungan bukan? Dia bertemu dengan lawanjenis baru, dan akupun begitu. Tidak ada kalimat perpisahan, atau tiada kalimat putus membuat aku masih memikirkan pria jangkung itu. Namun itu dapat ku alihkan oleh beberapa pria yang mendekatiku. Sangat mudah aku menghilangkan namanya yang bersemayam dikepalaku, dan sangat mudah pula kembaliku mengingat kenangan kita setika aku berdiri sendiri lagi tak berbendamping, seperti sekarang ini, aku memikirkannya.
               “mba mau tukeran aja?” seorang pria dewasa yang tak dikenal menawarkan aku duduk. Aku yang berdiri pas tepat disampingnya hanya menggelengkan kepala “gk usah, gk papa kok.” Pikirku, dengan mendengar suaraku, dia akan memalingkan wajahnya kebelakang untuk melihatku. Aku lupa ternyata dia menggunakan headset yang menutupi seluruh kedua telinganya yang sering aku jewer dulu.
Tak ingin sedetikpun aku memalingkan wajahku untuk melihat pria itu yang kuduga adalah Ed meskipun dari belakang. Aku berharap akan ada sesuatu yang menggerakinya untuk menengok kebelakang. Dua jam berlalu bus ini membawaku ketampat tujuan, dan pria itu sama sekali tidak memalingkan wajahnya kebelakang. “em-em.. mall em-em..” teriak seorang kenek bus. Orang-orang mulai berdiri dan saling mendorong untuk cepat turun dari bus. Aku masih bertahan pada tempatku berdiri “eh..” aku menatap bangku yang didudukin pria itu kosong, dan pria dengan kemeja yang sama berdiri didepanku. Bukan pria yang jangkung, hanya memiliki kulit dan potongan rambut yang sama dengan Ed. Dia menatapku heran karena aku menghalangi jalannya untuk keluar dari bus, aku hanya tercengang seakan menyesali pikiranku yang menduga bahwa dia adalah pria yang aku pikirkan.
Aku  berjalan  meninggalkan bus itu secara perlahan, dan menyadari bahwa aku masih hidup dalam sebuah memory yang  seharusnya telah terkubur bersama waktu.    
READ MORE - CERPEN : Pria diBus Itu

CERPEN : Cermin Pengikat

Dita masih terpaku sunyi didepan laptopnya, terbuka sebuah window microsoft word yang masih putih, bersih, kosong tanpa satupun font yang tergores di paper itu. Pikirannya kosong, matanya pun hampa menatap paper yg masih belum ternodai itu. Dahinya mulai berkerut, bosan sudah 15menit tidah mendapatkan inspirasi dan imajinasi untuk membuat sebuah cermin atau cerita mini buat mading utama sekolah, dimana SMA yg dia tempati memberikannya tanggungbjawab sebagai pengisi mading sejak dia menjuarai lomba cermin sejabodetabek tingkat SMA. Kali ini, dia sangat tidak mendapatkan sebuah bayangan story sama sekali.
"Aaaaaaaaaargh ini membuat gue gilaaaa!" Teriakannya membangunkan Imon yg menghabiskan waktu istirahat hanya dengan tidur saja. Imon yang bernama lengkap atau yang memiliki nama Akte Raymon Dermawan ini menghampiri Dita dengan mata sembabnya. Pria ini menduduki peringkat pertama dikelas, menurutnya istirahat adalah waktu untuk mengistirahatkan otak, bukan malah membuatnya lebih lemah, makanya dia selalu menyempatkan waktu untuk tidur saat istirahat.
"sini gue priksa cerminnya" dia menggeser leptop dan menatapnya dengan mata sayunya yg terlihat masih ngantuk. Sekitar dua menit dia menatap paper itu "Mmm bagus... bagus kok awal ceritanya, udh keliatan endingnya bakalan menarik, yasudah lanjutkan mengerjakan" Imon mengembalikan laptop gadis itu kembali keposisinya semula. Dita menatap pria itu dengan 1alis terangkat "lo setres ya Mon? Ini tuh kosong!!! Papernya kosong tuh liat!!! Cerita dari manaaaa?" Teriak gadis itu. Imon masih saja bersender di bangku tepat disamping Dita yang perlahan kepalanya mulai jatuh dan bersender dibahu gadis itu. Dita menatapnya pasrah sambil membuang nafas berat. Kemudian ilham mulai terpercik keotak gadis pembuat cermin itu. Dia mulai mengetik dan mengetik, hingga stengah jam istirahat habis, dan lonceng kelas berbunyi. Imon terbangun dan menatap cermin buatan gadis itu yg baru saja di save. Imon mengucak-ngucak mata sayunya dan mulai membaca. "Nahkan udah aku bilang cerminnya pasti baguuus" sambil membongkar poni Dita dengan tangannya yg tidak cukup besar bila dibandingkan dgn tangan para gadis, tangan anak pria yg lentik.
"Nih masukin flaskdis cerminya ntar gue yg print" sambil mengaruk-aruk kantongnya mencari flasdisk. *Kenapa lu yg exited Mon?* gumam gadis ini didlm hati, masih menatap Imon yang aneh. "Eh kq lo bengong sih?" "Awas, Rani mau duduk disamping gue! Itu bapaknya udh mo mulai ngajar moooon" Dita agak berbisik, dan pria itu perlahan menatap Rani yg tepat dibelakangnya berdiri menunggu Imon menyingkir. "Oh, sorry Ran, udh lama nunggu ya?" Dan Imon meninggalkan Dita dengan tersenyum, malunya tidak terpamapang.
"Treng - treng - treng" lonceng skolah yg bunyinya menusuk telinga itu akhirnya berbunyi mengakhiri kegiatan belajarmengajar. "Dit gue duluan ya.." "iia Ran hati-hati" melanjutkan membaca cermin yang dia buat tadi, mengantisipasi terjadinya kesalahan kata atau gk singkronnya kalimat sebelum Dita mengeprin dan mengexposeenya di mading nnty. "Nih flasdisknya" Imon masih saja ingin memintanya. "Buat apa mon?" Gadis itu sibuk membaca dan memperbaiki cermin. "Biar aku gk repot2 buat nyalin ulang cermin kamu Dit," Imon menatap Dita yg masih saja sibuk. "Jadi gini, mmm gini Dit," mulai gugup "slama ini cermin yg kamu buat aku masukin di blog, dan responnya cukup banyak dan beragam dari penggemar cerita pendek," masih serius saja gadis itu membaca cerminnya, menghiraukan apa yang didengar. Imon mengeluarkan laptop dan menyambungnya kejaringan internet untuk memperlihatkan blog yang ia buat. "Liaaaaat Dit" Imon menggeserkan rahang gadis itu agar memperhatikan karyanya. "Aku gk plagiat, disini tertera seluruh nama, foto dan biodata pembuat cermin dan itu kamu, apa kamu gk sadar klo selama ini aku selalu merhatiin kamu?" Dita masih terdiam, mimik wajahnya seakan tegang tak percaya, bahkan bibirnya masih tertutup rapat, berpura-pura tidak peduli itu tidak berhasil *apa-apaan ini???* batin gadis itu. "Dita, aku mau hubungan special kita menjadi sebuah inspirasi setiap cermin kamu," Imon  berusaha meyakinkan Dita, dengan memegang kedua bahu Dita yang hanya terpaku bisu menatap Imon "Dit, ngomong dong?!!" Lalu dita menggaruk. "*dugdugdug suara jantung Dita yg melaju 2x lebih kencang* Iia Mon, aku mau jadi pacar kamu, sekarang jangan ganggu konsentrasi aku ya?!" Pernyataan yang diikuti dengan mengalihkan pembicaraan, Dita membenarkan posisinya sperti semula menatap layar terpaku meneruskan pekerjaannya, meskipun sekarang diakuinya dia tak lagi bisa konsentrasi. *padahal aku belum nanya mau jadi pacar apa enggak tapi yasudahlah, bonus*.
"sinii aku yang mengkoreksi, dan kamu mengkoreksi blok aku" Imon menukarkan leptop dan melihat Dita tersenyum pasrah. "Ini foto aku? Dapet dari mana?" Dita mencubit, "awww ada deeeh" dan mereka mulai bercanda untuk yg pertama kalinya sebagai sepasang kekasih...
READ MORE - CERPEN : Cermin Pengikat