“Ka’ kamu mau kemana?” sambil menahan tangis yang dia
pendam didalam hati. Pria yang sedang berjalan menjauhi gadis yang dia sakiti
ini, memutar sedikit pandangannya menilik gadis yang dulu pernah dia cintai.
“Kakakan udah bilang, Nanda sekolah aja dulu yang bener jangan pacaran dulu
kakak pasti bakalan nikahin Nanda” kemudian dia memalingkan tatapannya seakan
dia tau bahwa Nanda akan baik-baik saja. Gadis yang selama tiga tahun ini
dirangkul dengan cinta kasihnya di campakkan begitu saja bukan karena alasan
yang tepat. Pria ini begitu capat hilang dari pandangan Nanda, Nanda yang tak
kuasa menahan pedihnya memaksakan diri untuk mengejar.
Entah apa yang ada didalam benaknya, pikirannya kacaw seakan
tak dapat dia kendalikan. Rasanya ingin mencabik-cabik dirinya sendiri dengan
segenggam pisaw di tangan kanannya. Kemudian seorang adik kecil datang
menghampirinya “ka Nanda kok nangis?” Nanda kemudian tak kuasa menahan jeritan
tangisnya yang sedari tadi terbungkam oleh rasa pedih. Bukan menjerit tangis
karna pria yang meninggalkannya, tapi karna dirinya yang hampir saja mencelakan
dan menyakiti diri sendiri tanpa memikirkan keluarga yang masih mencintainya.
Sejenak dia memeluk adiknya “ka’ nanda kangen tau sama cici, kita kan udah gk
pernah main bareng” sambil mengusap pipi cici yang celemotan sepulang dari
Sekolah Dasarnya. “kita mau main apa?” Tanya Nanda yang bergegas berdiri dan
menuju kamar Cici. “cici mau nonton Film Barbie aja ka’ mau gk?” dengan notasi
suara cici yang polos, Nanda hanya membalasnya dengan sebuah anggukan.
Sejenak Nanda sempat melupakan apa yang baru saja dia alami,
namun entah apa yang ada didalam film itu yang membuat Nanda mendapatkan sebuah
ide untuk mendapatkan ka’ Yuka kembali. Wajah dan matanya mengawasi sekeliling
tempat tidur cici, mencari ponsel kemudian bergegas keluar dari kamar. “ka’
Nanda mau kemana?” teriak cici yang sedari tadi asik nonton, berlari dan
mengejar Nanda. “cici nonton aja dulu, kakak lagi mau nelpon”.
Dengan tangan yang gemeteran, dia menekan beberapa angka sebuah
nomer telpon. Dia memikirkan apa yang harus dikatakan kepada ka Yuka, yang ada
didalam benaknya “kakak, kamu gk boleh
ninggalin aku begitu saja sejak kejadian dimalam itu, aku telat ka’ aku hamil” kemudian
dia menghapus angka yang ditulisnya tadi. Pikirannya mulai pesimis akan kalimat
dalam ide yang baru saja terbesit dalam pikirannya. Karna dimalam itu saat
perpisahan yang diadakan dipuncak memang tidak terjadi apapun yang akan membuat
Nanda hamil, maka itu akan sia-sia bahkan akan menimbulkan kekacauan yang lebih
parah lagi. Kemudian dia menekan beberapa angka lagi, bukan angka yang sama
dengan tadi. “Ver, kamu dimana?” nada suaranya terdengar bergetar karna
menangis. “kamu kenapa Nan?” jawabku sahabat Nanda yang mulai khawatir
mendengar suaranya.
Tak lama kemudian aku menghampiri
Nanda dirumahnya “Assalamualaikum” sahutku sebelum memasuki rumah. Terlihat
Nanda yang berlari menghampiriku dan melompat memelukku meluapkan tangisnya
dibahuku. “kenapa sih Nan?” pertanyaan umum itulah yang keluar dari mulutku.
“aku diputusin sama Yukaaaaa” kalimat itu tidak jelas diucapkannya karna sambil
menangis. Dengan samar-samar “apa? Kamu diputusin? Kenapa?” ekspresi kagetku
melepaskan pelukannya. Hanya ada gelengan kepala menandakan bahwa semuanya
terjadi tanpa sebab dan tanpa alasan. “tapi dia berjanji akan kembali dan
menikahi ku, mungkin dia butuh waktu untuk menjalani masa mudanya tanpaku” dia
mencoba menenangkanku. “yasudah, ayo siap-siap sana” sambil menatap Nanda yang
mulai bingung akan pernyataanku tadi. “kemana?” jawabnya sambil berlari menjauh
dariku, kulihat tangannya menghapus air mata yang sedari tadi membasahi pipinya.
“nyari pacar baru buat kamu” teriakku agar terdengar oleh Nanda yang sudah
mulai jauh menuju kamarnya. Aku berjalan menuju kamar cici yang tak jauh dari
ruang tamu. “hai cici, seru ya filmnya?” sapaku ramah. “ka Ver, tadi ka Nanda
nangis didapur setelah ka’ Yuka pulang. Emang kakak Yuka mutusin Ka’ Nanda ya?”
ucap cici gadis kecil berumur 10 tahun , yang bisa membaca situasi. “mmm mau ta
aja deh cici…” sambil mengacak-acak rambutnya aku bergegas keluar kamar
menghampiri kamar Nanda. “cepetan” teriakku ketus. “ia-iia ini udah kok” jawab
Nanda pelan.
“nih, nama cowonya Rafli. Seumuran
sih sama kita, tapi dia masih kelas 2 SMA.” Ucapku sambil menunjukan sebuah
foto kepada Nanda yang sedari tadi diam dan lesuh sepertinya tidak tertarik.
“kenapa dia gak naik kelas?” tanyanya mencoba menghargaiku. “kenapa kamu gk
cari tau sendiri?” tanyaku menjawab pertanyaannya, hanya ingin membuat dia
penasaran. Anggukan kepalanya seakan ingin mencari tau, namun aku bisa membaca
matanya bahwa dia belum bisa menerima apa yang terjadi padanya tadi.
Dalam sebuah pesan singkat SMS, aku
mengajak Rafli menghampiri kami, sudah lama Rafli memintaku mencarikannya pacar.
“kenalin, ni Nanda” tanganku sambil menunjuk ke nanda “dan Nanda ini Rafli”
sambil menunjuk keRafli. Terlihat tatapan mereka mulai akrab, karna Rafli dan
Nanda adalah tipe orang yang senang bergaul. Meskipun aku bahkan masih belum
yakin apakah Nanda akan merespon Rafli. “eh, aku kesana dulu ya” ku biarkan
mereka berduaan dan aku pulang dari taman kota tempat aku dan Nanda biasa
berbagi cerita.
“aku lapar nih, makan yuk?” ajak
Rafli yang membuka pembicaraan. “mm ok.” Sambil mengangguk menandakan Nandapun
ingin makan. Nanda bukannya ingin makan, hanya saja aku pulang membawa motor
sehingga dia harus mengikuti Rafli yang siap memboncengnya kemanapun dia mau.
Aku yakin Nanda gk akan mau pulang dengan jalan kaki!
Sejak aku pulang dari taman kota
sekitar jam 2 siang tadi, aku tak mendapatkan kabar dari kedua temanku ini yang
sedang PDKT(pendekatan). Sekarang pukul 10 malam, dan aku pergi memastikan
kerumah Nanda apakah dia sudah pulang apa belum, yang kebetulan rumahnya tidak
jauh dari rumahku. Karna aku mendapatkan feeling bahwa Nanda belum saja pulang,
maka aku hanya duduk saja di depan teras rumah Nanda. Sebenarnya bukan feeling,
tapi aku melirik beberapa sandal didepan pintu, dan disana tak ada sandal
Nanda.
Angin malam yang berhembus
menampar-nampar wajahku membuat aku mengantuk dan memejamkan mata. “ayoooo lagi
apa ya malem-malem disini..” teriak Nanda yang baru saja pulang menghampiriku.
“Rafli mana?” hanya itu yang keluar dari mulutku sambil mengangkat daguku
memandang kedepan jalan mencari sesosok Rafli. “udah pulang kok, dia gk mampir
katanya sekarang udah jam 10 gk baik cowok main kerumah malam-malam begini”.
Ceramah Nanda dengan nada yang ceria seakan kejadian tadi pagi takpernah ada. Aku
bisa membaca mimic wajahnya yang ceria menerangi malam saat berada diteras rumahnya.
Dan aku hanya mengangguk mengiakan seluruh ucapannya dengan sedikit senyuman.
“yaudah kalo gitu, aku pulang ah” sambil melangkah pergi. “tunggu dulu, aku kan
mau cerita Ver” teriak Nanda. “besok aja besok… lagian aku udah tau kok hahaha”
aku tidak tau apa yang terjadi saat dia bersama Rafli yang aku tau dia telah
melupakan sesosok Yuka yang selama ini dia damba-dambakan.
READ MORE -
CERPEN : Nanda dan Senyumnya