Get Money

 

31 Jan 2013

CERPEN : Sebuah Alasan PART II

            “Kamu perlu ke psikiater” Rebecca merangkulnya dan pergi meninggalkan kamar kost itu. “sebenarnya I just need holiday or on vacation” gumam Sarah pelan dan menatap Rebecca. “ya, dan kita melupakan planning untuk pergi kepsikiater?” Rebecca tersenyum sesekali menengok ke sarah yang sedang mengendarai mobil menuju tempat psikiater. “will never do sarah.. hahaha” diikuti dengan tawanya. Sarah hanya tersenyum dan memalingkan wajahnya kejendela untuk melihat silaunya sinar matahari dan deretan gubuk-gubuk yang menghiasi sepanjang perjalanan mereka. Sudah lama tak dia rasakan sinar menyengat kulitnya, dan melihat sekeliling jalanan yang sama sekali belum berubah selama dia berdiam diri 3 bulan dikamar. “aku lapar” gumam Sarah lagi. “tentu saja setelah ke psikiater you can eat sepuasnya, youre sister yang baik hati ini akan mentraktirmu, sudah berapa lama kamu tidak makan Pitzza?” ledek Rebecca. Sarah hanya tersenyum sebagai jawabannya.
                “Baiklah, bisa kamu ceritakan apa yang terjadi pada sekujur tubuhmu?” dokter memulai perbincangan. Sarah menyambutnya dengan baik, dan mulai bercerita mengenai apa yang terjadi terhadapnya. Aku hanya mencoba menutupi perih didada saya, dengan cara mengalihkan sakit ini. Namun itu sama sekali tidak mempan, meskipun aku telah mencobanya berulang kali. Bahkan jika aku masih terbangun saat itu, aku ingin mengiris aliran darah ini hingga aku bisa mengakhiri semuanya. Setelah sejam berdiskusi “yang Sarah derita adalah Self Injury atau yang biasa dikenal dengan self harm (SH), atau self- inficted violence (SIV). Banyak penyebab dari Self Injury ini, namun sarah termasuk kedalam golongan self injury yang bertindak menyakiti diri sendiri untuk pengalihan rasa sakit hati, dan terkucilnya dia. Ini bisa menyebabkan kecanduan sehingga harus di jaga agar dia tidak melakukannya lagi.”
                “hey, aku tidak bisa menjagamu 24jam bukan?” Rebecca memulai perbincangan setelah meninggalkan tempat psikiater itu. Sarah hanya mengangguk seakan dia mengerti mengenai kesibukan kakak perempuannya ini. “ya, so you have protective youre self okay” sambung Rebecca lagi. “hemmm…! ya..! aku lapar!!” jawab Sarah. “baiklah, you have make swear! Apakah perlu kamu pindah dari kost itu dan tinggal bersamaku?” Rebecca masih melanjutkan perbincangan yang membosankan itu. “no, of course don’t need, aku sudah tidak berpacaran dengan Tio, dan aku akan mencari pacar yang lebih baik lagi untuk melupakan Tio. Aku sudah besar bukan? Maka aku akan tetap tinggal di kost sendirian dan I’m swear akan menjaga diriku 24 jam. And then… I’m hungry you know?!!” “Okay.. kita akan makan nasi padang diujung gang sana” ledek Rebecca “what? Bukannya tadi kita mau makan pitzza?” kejut Sarah. “hahahaha” kedua kakak beradik itu tertawa terbahak.
                “yap kita sampai…” berhenti tepat didepan rumah kost yang ditempati Sarah. Sarah turun dari mobil dengan santai, “ini obat penenang, kamu tahu kapan harus meminumnya bukan?” Rebecca menyodorkan tangannya keluar kaca mobil. “Ya, be save dijalan” sarah menjauh dari mobil dan melangkah menuju kamarnya.
                Melihat sekeliling tempat ini, seluruh memory tentang Tio mengelilingi kepalaku… ditangga ini dulu dia merangkulku, dan disini pula dia menyakitiku, dug-dug dug-dug jantung ini berdetak terlalu cepat. Sakiiit,, sakit ini masih melekat, dan membekas, bahkan mungkin takkan hilang. Mengendap-ngendap dikamar sendiri, karena suasana terasa begitu asing, gelap, dan tak bernyawa. Selimut yang masih berlumuran darah ini yang dulu menghangatkanku dari dinginnya hari-hariku… “haghhhh” memory tentang Tio menggerogoti isi jantungku, sakiiiiiit.
                “oh God.. Saraaaah, seharusnya aku tidak meninggalkan kamu sendiri tadi” Rebecca kembali karna memiliki perasaan yang tidak enak mengenai Sarah adiknya. “Sarah, bangun..” “em.. kamu masih disini?” sarah terbangun. “apa lagi yang kamu lakukan?” Rebecca mulai cemas karena adiknya yang tergeletak dilantai. “aku hanya tidur, ya ampun.. kamu terlalu menghawatirkanku” Sarah menggerutu. “baiklah, mari kita bereskan dan buang semua ini, barang2 tio.” Sarah hanya mengangguk pelan. “atau aku ingin pulang saja kerumah,” sarah merunduk. “aku masih tidak bisa melupakan seluruh moment di kamar ini dengan Tio, aku rasa, ini masih menyakitkan ku, dan ingin membunuhku secara perlahan.” bergegaslah mereka pulang kerumah peninggalan orang tua mereka yang telah meninggal 4tahun yang lalu karena sakit.
                “Rumahnya tidak berubah sedikitpun” ucap sarah. “ya, aku tidak ingin merubahnya, aku merasa kalau ibu dan ayah masih disini, well, ini kamarmu. Aku sekarang menempati kamar ibu dan ayah di depan, hari ini kamu membuat aku bolos kerja dan besok kita akan menjalani aktivitas kita masing-masing. Kamu akan kuliah, dan aku akan kerja besok, teruskanlah merapihkan kamar, aku akan keluar mencari makan malam.” Rebecca pergi meninggalkan Sarah. “akhirnya Tio tidak membayang-bayangi aku lagi”. Sarah mengelilingi rumahnya sendiri, “haaaagh apa yang diperbuat Rebecca?” Sarah memasuki kamar ibu dan ayahnya yang ditempati Rebecca. Sarah sangat kaget dengan apa yang terjadi pada kamar itu. Darkness, bad smell, dan banyak foto-foto yang tak terlihat karena bohlam kamar yang mulai redup, bahkan banyak sekali darah berceceran disana. Sarah berlari meninggalkan kamar karena mendengar Rebecca telah pulang.
                “well, kamu tidak boleh masuk kamarku, dan aku tidak akan masuk kekamarmu, dan kita akan menjaga privasi kita masing-masing. Okay?” Rebecca seakan mengira bahwa adiknya baru akan memasuki kamarnya. “ya, okay”.
                Malam menyelimuti rumah ini, udara dingin malam mulai menusuk kulit, mencekam. Aku tak bisa tidur membayangkan apa yang terjadi dikamar Ibu. Apa yang diperbuat Rebecca? Mengapa jam 1 dinihari dia masih belum tidur dan terus menangis? Ini sangat tidak nyaman, tidak senyaman dulu saat ibu dan ayah masih ada…
          Jam 3 dini hari dan aku masih mendengar Rebecca menangis, aku takut untuk menghampirinya, namun akan ku kuatkan batin ini menerima apa yang terjadi ketika aku masuk kekamarnya. Aku akan menerima apapun yang terjadi pada Rebecca dikamar itu, dan menguatkan langkah kaki ini melangkah menuju kegelapan dari dalam diri Rebecca. Knok knok knok, “Rebecca, buka pintunya.. kenapa kamu belum tidur?” suasana menjadi hening, dan tak lagi  terdengar suara isak Rebecca.
                Sarah beranjak meninggalkan kamar Rebecca secara perlahan,  “gubraaaaaaak” sarah terkejut dan berlari kembali kekamar, tak lagi mengetuk, Sarah langsung menendang pintu yang terkunci itu. Dia melihat Rebecca yang tergeletak lesuh dengan sebuah lilin yang mengelilinginya. Sarah mengangkat Rebecca keluar dari kamar. Badan Rebecca penuh dengan garukan-garukan kuku. “Rebecca banguuun, apa yang kamu lakukan??” Sarah menggeletakkan Rebecca di kamarnya dan kembali kekamar Rebecca yang dulunya adalah kamar ibunya. “Buku Komunikasi Dengan Aruah? Ini gila!!” sarah mengambil foto-foto yang tergeletak berhamburan dilantai, mematikan setiap lilin dan meninggalkan kamar yang kedap udara, bangkai kucing dan darah dimana-mana.
                “Nine one one? Please…” begitu panic dan shoknya Sarah mengetahui keadaan kakaknya. “Rebecca, Rebecca.. kamu gk boleh ninggalin aku..” sepanjang perjalanan menuju rumah sakit, Sarah mencoba membangunkan Rebecca.
                “Mohon maaf karena dia tidak bisa diselamatkan. Pihak medis menyarankan otopsi untuk Rebecca agar dapat mengetahui luka apa saja yang dia alami dalam tubuhnya.” Dokter menjelaskan dengan seksama. Itu tidak perlu dok, saya ingin sekarang diantarkan kerumah saya untuk segera dimakamkan.
                “3 januari 2008 - aku ingin ikut dengan mu ayah… aku tidak bisa hidup tanpa mu.” “6 May 2008 - Ibu, kenapa engaku ikut pergi meninggalkan aku? Lalu siapa yang akan merangkulku ketika aku jatuh? Kepergian Ayah bukanlah sebuah alasan untuk bunuh diri bukan?” isi diary Rebecca. “Aku tak sanggup membacanya” sarah memberikan buku diary Rebecca dan foto2 ibu dan ayahnya yang tadi bergeletakkan dilantai kepada dokter psikiaternya kemarin.
                “ibu kamu dulu pernah datang kesini 4 tahun yang lalu dengan Rebecca, aku tidak tau kalau self injury itu menurun kepada anak-anaknya. Saya harap kamu harus bisa tabah dan hindari benda-benda tajam disekelilingmu untuk menghindari self injury. Self injury bisa muncul karena rasa bersalah, mekanisme coping yang digunakan seornag individu untuk mengatasi rasa sakit secara emosional atau menghilangkan rasa kekosongan kronis dalam diri dengan memberikan sensasi pada diri sendiri. yang kejam dan merusak namun banyak orang melakukan karena memang mekanisme tersebut bekerja dan bahkan bisa menyebabkan kecanduan. self injuri  meliputi juga denomena lainnya yang berkaitan dengan pengrusakan tubuh sendiri namun pelakunya melakukan tindakan ini dengan harapan dapat mengatasi atau membebaskan diri dari emosi yang tidak tertahankan atau rasa tidaknyaman. Rebecca mengalami self injuri level bunuh diri karena diduga dia sudah melakukan ini selama 4 tahun.” Tercenganglah sarah mendengar penjelasan psikiater itu.
Dan kemudian apa yang akan tejadi padaku? Just move on? thats not enough!! Kemudian ada sebuah alasan mengapa I’m cring and cring for my live and for the way my family take…Dan aku akan tetap hidup untuk sebuah alasan yang tak pasti lalu melupakan apa yang terjadi pada keluargaku, karena arah angin yang akan menuntunku untuk menuju pada sebuah alasan aku hidup, of course for more something better.
READ MORE - CERPEN : Sebuah Alasan PART II

for My Stars Mikha Angelo


Alunan suaranya yang lembut, menuntunku untuk mengikutinya. “Cause My heart is your.. my heart…” melodi yang Dia lantunkan begitu membuat aku terpejam, meresapi setiap kata, kalimat, dan itulah aku yang telah jatuh kedalam irama lagunya..
Aku tak bisa menyentuhnya… Mengapa begitu sakit memendam rasa kepada nya pria yang memiliki a gentle voice? My morning, my sunrice, my day, my blazing, my evening, my twilight and sunset, my night, my darkness and  my time for follow youre sound and voice.
Awan itu terlihat begitu lembut namun itu tak menandingi lembutnya suaranya, mataku menatap senyumnya, dan jantungku terhenti hanya untuk tak berkedip melewatkan indahnya pancaran wanjahnya yang bersinar dipenjuru dunia ku. Meski hanya lewat sebuah layar terpaku.
 “Another moment passing by some colore in the sky, darling close youre eyes” dan aku memejamkan mata namun tidak mata hatiku. Merasakan angin berhembus menampar seluruh tubuhku, merasakan hangatnya tubuhnya merangkul and “we’re flying, over the mountain to follow the sun” and dance with him, feel as though youre heart is my. Hingga lirik lagu yang dia lantunkan its over. Aku  terbangun dari hayalan yang indah, just youre smile to follow my live, and youre smile round in my head.
Dan aku berjuang tidak hanya ingin mendengar suaranya, namun ingin menjadi bagian dari lagunya, aku ingin menjadi tokoh dalam lagunya, ceritanya, bagian dari apa yang dinyanyikan by him lips…
My stars and my insprired @Angelo_Mikha
Thanks for theOvertunes for your cover “My heart Is Yours”
READ MORE - for My Stars Mikha Angelo

27 Jan 2013

CERPEN : Sebuah Alasan

Sarah mulai mengiris tangannya dengan silet, mengalihkan rasa sakit yang berakar di dada dan batinnya. Dead end, tragic, that’s she mind. Tak dapat melupakan seluruh memory pahit tantang mu, ketidak perdulian mu, yang sedetik dapat membuatku hancur dan melebur disetiap udara segar yang tak dapatku hirup. Mengapa kamu tidak mencoba untuk pergi dari pria pemarah dan pengatur itu?
                “aku tidak suka pria pengatur, aku ingin kita putus”. “semudah itukah kamu mengakhirinya?” dengan nada membentak. Sekilas seperti kau menekan ulu ke jantungku, sesak. “apakah kamu masih mau bermain-main dengan pria lain? Bermain-main dengan cinta?” bentaknya lagi didepan hadapan dan telinga gadis itu, menyalahkan sarah lagi. “a-a-ak” tak dapat berkata demi menahan tangis dan berlaga sekuat Will Attenton saat mengetahui dia kehilangan lybee istrinya dan kedua anaknya difilm dream house. Pria itu merangkul sarah dengan kuat, “don’t go”. Sarah hanya diam, masih menahan sesak diulu dan seluruh badannya, pelukan yang kuat. Have tried it.
                Aku pergi menjauh dari lingkungan, kebiasaan, hobby, karena pria itu. Kemana sifat selalu tersenyumku? Aku ingin teriak melepaskan, melegahkan tekanan yang kau buat disini, menunjuk dada. Aku bukan yang  terbiasa dengan memendam rasa sakit sendirian, aku ingin kamu merasa. Rasa itu mendendam karna kekalahan akan sifat ketidak perdulianmu itu. Semuanya berlalu meninggalkanku seperti angin yang merobek-robek daun yang rapuh itu. Masih merasakan sakit, masih mengiriskan silet memenuhi lengannya dengan goresan. Sarah tidak merasakan apapun dengan lengannya, lebih perih sakit didadanya.
                “kita akan hidup bahagia, hanya kamu dan aku tanpa teman2 atau siapapun yang bisa merasakan kebahagiaan kita” kalimat yang kau ucapkan 2bulan perjalanan relationship kita, bulan lalu, yang kau ingkari. “kamu dimana?” sent, no replay. Besoknya “kamu lagi apa?” sent, no replay. “tuuut…tuuuut” hanya suara itu yang terdengar saat menelpon. “dimana pria yang mendekatimu? Akan aku pecahkan kepalanya” membentak, takut melukai orang lain disampingku, “baiklah aku akan menjauhi mereka”. Masih banyak luka dalam ingatan yang terbesit di pikiranku…
                “Sarah… Sarah…” knokknok. “iia bu…”. “bayar uang kos nak, kamu tidak keluar? Kamu dikamar terus nak?” teriak ibu kost dari depan pintu. “gk bu, sarah lagi belajar” Sarah masih buru-buru membersihkan wajahnya yang kusut dari tangis dan tangannya yang masih abound with blood. “ini bu, maaf ya sarah lagi agak sibuk jadi gk bisa mengantarkan kerumah” menonyodorkan sejumlah uang, hanya sedikit cela pintu yang dibukanya untuk mengintip, tersenyum. Kembali ke kamar menatap sekeliling kamar, menatap dus yang berisi barang2 yang diberikan Tio. Dihamburnya dilantai, seluruh barang terlihat rusak. Mencari-cari bandow yang diberikan Tio saat Anyversary 3 bulan, bandow patah itu di patah-patahkannya lagi, namun crowded of the unflagging.
                “Triiiiing triiiiiiiing” nada dering panggilan. “ayo kita jalan Sar, aku jemput sejam lagi ya…”. “iia”. Sejam? Sarah beranjak, menuju lemari kayu berpintukan cermin menatap dirinya dari ujung kaki hingga rambut, telanjang, menatap sinis dirinya sendiri dicermin, ceking, tetesan darah di hidung melengkapi kekacauan seluruh wajahnya. Remang-remang menatap cermin, ini karena dia tak makan dan tak minum selama tiga hari ini, stressnya mencapai klimaks. Sarah sejenak tersender di cermin, kemudian membuka lemari dan mengambil sebuah topleh yang tertutup rapat, yang terdapat berkeping-kepng coklat. Dia memilih yang terbesar dan memakannya untuk tenaganya malam ini. Dia tak ingin mengecewakan Tio malam ini.
Saraha mulai merias, dia adalah perias yang baik, dia tak pernah mengecewakan setiap orang yang terpesona menatapnya. Setelah 3 bulan terakhir ini kamu mengekangku, akhirnya kamu mengajakku lepas dan terbang mengajakku leaving from the darkness, pikir sarah, kemudian tersenyumlah gadis itu sambil mencari-cari baju yang tertutup untuk menutupi pelampiasan dari sakit yang mencabik-cabik badannya. Last, lipstick untuk menutupi pucat bibirnya.
                Masih sama dengan 3 bulan yang lalu, tempat hangout, beberapa teman2nya, tidak ada yang berkurang dan bertambah. Dan sikap frendly ku tumbuh kembali setelah lama terkubur dikamar kost. Perbincangan masih nyaman dengan mereka meski lama tidak berjumpa. “tumben kamu pakai jacket, apa kamu sakit?” bisik Tio. Sarah hanya menggelengkan kepala dan tersenyum untuk menjawab sebuah pertanyaan itu. Hingga seluruh pandangan terpaku pada gadis yang datang menghampiri mereka. “itu wanita yang kamu pertahankan? Itu wanita yang kamu banding-bandingkan dengaku?” gadis itu berucap sinis sambil menatap sarah. Apa yang selama ini tidak aku ketahui? Tatapanku masih heran menatap Tio. Matanya menggambarkan semuanya, pikirku mencerna apa yang terjadi selama dia mengekangku. Mengurung, melarang ini itu, dan cara dia mencintaiku, sangat berubah. Mengapa dia tidak memutuskanku saja untuk wanita ini? “mengapa kamu tidak memutuskanku saja untuk wanita ini?” ucap Sarah masih lembut. “inikah sebuah alasan mengapa kamu mengurungku? Alasan mengapa cara mencintaimu berubah terhadapku?”
                Sakit ini menggerakkan tubuh menjauh dari sekumpulan kawanan yang hanya terpaku menatap pertunjukan yang mematikanku itu. “Sarah, turuh dari angkot sekarang!!!” teriak Tio yang mengejar angkot. Derai air mata yang kau buat tak kunjung memulihkan rasa tercabik-cabiknya hatiku. Aku masih berlari pergi darimu, aku mohon berhentilah mengejar. Sarah menaiki anak tangga menuju kamarnya dengan pandangan berbayang. Tak sempat membuka pintu, sarah terjatuh pingsan.
                Hilang, semuanya hilang, sakit, perih, tak ingin semuanya berhenti menghilang, tak ingin hanya sejenak. Tidurkan aku selama yang kau mau Tuhan… seberapa kuat lagikah aku untuk bertahan ketika aku terbangun? Kau menari-nari didalam perihku, tidakkah kau letih? Tidakkah ingin sejenak kau beristirahat dari bersenang-senang diatas kesakitanku? Dan tak seorangpun akan berbagi dahaga dengamu kecuali aku bukan? Hingga kau mempertahankan aku didalam jeruji hatimu yang penuh dengan duri. Tidak bisakah kamu merasakan sesak ini? Seperti yang aku rasakan kemarin? Aku mencoba menari mengikutimu dengan penuh derai air mata menutupi batinku. Dimana lagi aku menggores tubuh ini? Sedangkan sakit ini pasti akan mencabik hatiku ketika aku terbangun.
“harrrrgh” teriak sarah berat, seperti terbangun dari mimpi buruk, beku, terasa dingin seluruh isi tubuh. “apa yang kamu perbuat dengan badanmu? Apa yang membuatmu bertindak bodoh seperti ini? Sarah, ayo bicara!!!” memelukku erat, pelukan yang aku rindukan. Tidur dipangkuannya seperti saat anyversary 1 bulan kau mengajakku ke pantai, dan aku tidur dipangkuanmu. Aku merasa basahnya pipiku oleh air mata Tio, ditambah darah mimis yang melumuri pipiku. “ayo bicara padaku Sarah” teriak Tio lagi dikamar kost. “sssst jangan brisik, perih di hati ini adalah sebuah alasan mengapa ada goresan di lengan ini” dengan senyuman sarah. “pergilah tinggalkan aku, aku ingin mengakhiri semua ini” mencoba untuk bangun dari pangkuannya. Aku ingin mengakhiri rasa sakit ini dengan memutuskan untuk mati. Aku masih dapat mendengar suaranya, suara terakhirnya “forgive me” dan suara hentakan kakinya yang menjauh pergi meninggalkanku. Kemudian tak lagi aku mendengar suara bunyi pintu…
READ MORE - CERPEN : Sebuah Alasan

10 Jan 2013

CERPEN : Tak Semudah Itu Part II

             Beberapa bulan berlalu, kini harus ada semangat baru karena akan memasuki sekolah baru. Ya, SMA baru tanpa Yoyo, tanpa Feril dan Ben. Aku pikir aku takkan bisa bertahan hidup tanpa menghubungi mereka bertiga, meskipun berat badanku naik 3kg karena terlalu banyak makan untuk mengalihkan kegiatan tidak menghubungi mereka bertiga selama liburan panjang kemarin. Tanpa ponsel, tanpa social media, tanpa mereka, hanya ngemil, luluran, menyewa DVD dan menghabiskan waktu menatap layar terpaku di kostan kakakku, “aku kangeeeeen”, sambil menatap foto sahabat2ku yang tersave di ponsel. Semoga saja mereka bertiga bahagia dan menemukan penggantiku diSMA 1 sekolah baru mereka, tempat seharusnya aku bersekolah sekarang.
                *masa orientasi siswa*
                Seharian penuh menjalani orientasi, waktunya pulang dan beristirahat. Badan terasa lesuh dan tak berstamina tanpa mereka bertiga “aduuuuh kenapa harus memikirkan mereka bertiga sih?” teriakku.

Hari kedua menjalani Osperk, waktunya PBB di lapangan “ya ampun, susah payah aku memutihkan badan saat liburan dan sekarang ku buat memerah karena matahari membakarnya” gerutuku. “everybody sit at the site, jangan mengeluh panas karena kami dulu pernah mengalaminya” teriak ketua osis memberikan pengarahan. “dari tiga ribu delapan ratus lima puluh delapan siswa yang hadir sekarang , saya mendapati satu siswa yang sangat smart, tentunya percaya diri, serta kepemimpinan yang terlihat dari cara dia bertuturkata. Dia bisa mencalonkan diri menjadi ketua OSIS nanti setika menduduki kelas 2, tentunya…bla… bla… bla…”ceramah perempuan itu sebagai ketua OSIS. Betapa dia tidak mengerti menyengatnya matahari jam sebelas siang ini dan aku yang berada dibaris paling depan, barisang yang sangat menyiksa karena berhadapan langsung dengan matahari yang terbit dari timur, dia terus saja berbicara dan meninggi-ninggikan anak itu. “kita panggil dia Yoga Pratama, applause” diikuti dengan tepuk tangan seluruh siswa yang lemas kepanasan. Aku hanya menundukkan kepalaku, dan saking kepanasannya aku sampai tidak bisa mendengar apapun yang wanita itu katakan.

“hey kamu, saylermoon” panggil salah satu anggota OSIS dengan mata melotot, aku menengok kearah suara yang terdengar berada dibelakang barisanku. “perhatikan kedepan” teguran menyeramkan dari senior itu. Saylermoon adalah panggilanku pada masa Ospek, mungkin karena rambutu yang menjuntai panjang, dan lurus sehingga papan namaku di coreti dengan panggilan tersebut.

Setelah menegakkan kepala “Yoyo??” teriakku agak kencang, kaget melihat yang berdiri didepan adalah dia, sahabatku yang aku sukai. Aku panic dan menengok kekiri dan kekanan memperhatikan ±3000 siswa secara satu persatu, mencari kawananku yang telah lama tak berjumpa. Feril dan Ben, siapa tau mereka juga masuk kesekolah yang sama. “saylermoon, sini kamu” panggilan senior yang sama lagi, mungkin karena dia memperhatikanku yang tak bisa diam di barisan depan. Aku menutupi wajahku dan berjalan kebelakang agar tidak dikenali oleh Yoyo. “aku pusing ka’ aku mencari anggota Medis atau PMR disekolah ini untuk mengangkatku” ucapku seperti mengidap 5L (letih, lesuh, lemah, lunglai, dan lalai). “Yasaudah, kamu pergi saja keruang PMR” saran dari senior itu, masih dengan nada suara yang  judes. “di ruang PMR ada makan gk ka’ aku belum sarapan soalnya, makanya pusing..” tanyaku sambil tersenyum manja padanya. “kamu harus menunggu istirahat baru bisa kekantin, sana ke ruang PMR dulu, atau aku biarkan kamu pingsan dibarisan” ketus senior. “oh iia ka’” ucapku sambil cepat2 menuju ruang PRM.

“Tara, kamu pasti pura-pura pusingkan?” aku membuka mataku yang hampir saja ketiduran di ruang PMR. “Yoyo?!!! Aaaargh!!!” aku loncat dari tempat tidur dan memeluknya. “kamu kok tau aku bersekolah disini? Kamu pasti memata-matai aku ya?? Feril dan Ben mana?” sejenak aku kembali ke masa lalu dan lupa akan apa yang terjadi pada kami berempat saking meluapnya rasa kangenku. “mereka berdua tetap masuk ke SMA 1 Tar dan kini tinggal aku dan kamu, bisakah kamu melupakan janji mu dan menjadi pacarku?” ucap yoyo yang masih memeluk erat tubuhku. “aku gk bisa Yo’, aku gk mau mengecewakan kalian semua, menyakiti ben dan Feril” aku mencoba melepaskan pelukannya, dan sayangnya itu tidak bisa. Tubuhnya 3x lebih cepat bertumbuh, dan 2x lebih besar dan tinggi dari pada saat kami SMP dulu. “sayangnya, aku sudah memelukmu, aku sudah mendapatkanmu, dan berhentilah memikirkan Ben dan Feril, karena mereka berdua hanya mengikutiku yang lebih dulu menyukaimu”. suara Yoyo yang gentle dan hangat tubuhnya yang memelukku membuat aku luluh “bodoh… kenapa kamu tidak mencegahku membut janji itu? Maafkan aku Yo’ aku tatap tidak bisa mengingkar janji, tak semudah itu bagiku… aku hanya bisa menjadi sahabatmu” ujarku lantang, aku bukanlah orang yang bisa mengingkarkan janji menjilat ludah yang pernah aku buang. “maafkan aku Yo’ jika kisah ini tidak akan berakhir bahagia seperti cerita comic yang sering kita baca”. Ujarku lagi. “aku yang akan membuat cerita ini bahagia, kamu menolakku menjadi pacar, dan aku menerimamu menjadi sahabatku, tapi nanti, kamu tidak boleh menolakku untuk menikahimu” sambil perlahan melepaskan pelukannya dariku. Aku hanya bisa tersenyum, sekali lagi dia membuatku tersenyum dan bangkit dari ketidak semangatnya aku menjalani hari-hariku.

“saylermoon? Kamu sama sekali tidak cocok jadi Saylermoon dekil?” sambil mengacak-acak rambutku, “aaaaarggggh lawakanmu tidak lucu” teriakku. Yoyo kembali dengan lawakannya yang Jayus, canda yang aku rindukan…

READ MORE - CERPEN : Tak Semudah Itu Part II

9 Jan 2013

CERPEN : Tak Semudah Itu

                “janji ya.. kita berempat itu gk boleh ada yang saling sukaaa” teriakku sambil menatap satu per satu wajah sahabatku. “lagi pula siapa yang suka kamu Tara?” sambung Ben dengan nada suara ngeyelnya yang menyebalkan. “kamukan dekil Tara” disambung lagi oleh Yoyo sambil cekikikan, feril dan ben ikut cekikikan mendengarnya. “baguslah kalo gak ada yang suka sama aku, biar persahabatan kita gak ada hambatan mengenai masalah percintaan” dengan nada suaraku yang agak kesal karena ledekan Yoyo. “kalo begitu ayo kita berjanji akan hal ini” sambung aku lagi sambil mengacungkan telunjuk ke hadapan ketiga anak laki-laki yang adalah sahabatku. Yoyo dengan cepat menyentuh telunjukku sambil berteriak ‘aku berjanji’ disusul oleh Ben. “Feril, ayo berjanji” sapa Yoyo dengan sedikit memutar kepalanya kearah bocah itu yang tidak menempelkan jarinya untuk berjanji. Bocah yang cool, smart, penolong, yang memiliki beautiful smile, dan terkenal *lebih terkenal dari ku dan ben*, yaitu Feril yang hanya duduk bersantai dibelakang Yoyo. “oh… kamu suka ya sama si dekil?” sambung Yoyo lagi sambil melepaskan jarinya dariku dan Ben dan berjalan menuju Feril dengan nampak yang menyeramkan yaitu wajah menggelikan dengan pipi menaik ke atas hampir menutupi matanya, sebenarnya Yoyo sedang tersenyum dan melebarkan bibirnya, tapi itu adalah wajah yang sangat menyeramkan bagi kami. Sedangkan paras Feril yang tampak bingung dengan menaikkan alisnya sambil mengerutkan jidatnya “ha’??” seruan yang keluar dari mulutnya yang manis itu. Wajah itulah yang tak bosan-bosan aku lihat. “Tara bukan tipe kuuuu…” dengan nada dan paras judesnya, kemudian berjalan kearah aku dan Ben. “Benlah tipe ku” sambil memeluk Ben. “aaaaaaarghhhh” teriak kami bertiga berlari menjauh darinya. Kemudian kami tertawa geli dengan lawakan Feril. Kami semua tau bahwa Ferillah yang paling Playboy di kelas jadi tidak mungkin kalau dia homo, bersaing dengan kapten basket kelas IX-b senior atau kakak kelas kami yang tampan pula. Feril mendahului kami semua dalam hal berpacaran, dia mulai pacaran sejak kelas VII. Disaat kami mulai dekat, aku, Ben, Yoyo, dan Feril mulai saling mengenal satu dengan yang lain, bahkan aku sebenarnya tidak ingin membahas satu-persatu bekas pacarnya dicerita ini karena ceritanya akan seperti sinetron tersanjung haha (kalian pasti tau sinetron tersanjung, sinetron terpanjang bahkan sampai season 6) bukan karena aku cemburu loh?!!
                “Kami berjanji tidak akan saling suka satu sama lain” teriak kami berempat bersamaan. Aku ingat pertama kali kami dekat…
Saat itu, Yoyo bocah yang biasanya super kuper duper aktif dikelas hanya berdiam diri di bangkunya ketika bel istirahat berbunyi. Di temani oleh Feril yang sebangku dengannya, Yoyo biasanya akan lebih dulu berlari keluar kelas saat bel istirahat berbunyi bahkan dia lebih-lebih dulu keluar kelas dari pada guru yang mengajar dikelas. Yoyo adalah pria yang pertama kali dikenal oleh teman-teman sekelas ketika pertama kali menduduki bangku SMP yaitu pada kelas VII-a karena hiperaktifnya itu. Dia sangat menyebalkan bagi banyak murid di kelas karena leluconnya yang garing, dan lucu hanya menurutnya, bukan lucu menurut kami, itu sangat jayus. Tapi dialah yang selalu mewarnai hari-hari kami. Aku ingat saat pertama kali aku bertemu dengannya saat Masa Orientasi siswa, dia bukan anak yang pemalu jika diperintah senior untuk menghibur kami di lapangan, maka dia adalah salah satu dari kami yang banyak dikenal oleh siswa-siswa disekolah *disusul oleh feril untuk masalah ketenaran*.
Kemudian saat itu sangat aneh aku melihat Yoyo hanya bersender saja di meja sambil menyoret-nyoret bukunya. Sedangkan feril, dia terkadang adalah siswa kelas yang paling lama keluar kelas saat jam istirahat, maka aku tidak mengherankan bocah manis itu masih duduk di tempatnya sambil menyoret-nyoret bukunya. Aku memang siswa yang tidak biasa berada diluar kelas atau kekantin saat istirahat, maka itu aku bukan siswa yang terkenal dan karena aku selalu dibawakan bekal oleh ibuku yang memang berjualan makanan2 khas Manado di depan rumah kami.
Well 15 menit situasi hening di kelas, aku, feril dan yoyo dengan jarak bangku yang cukup jauh antara aku dan mereka berdua (yoyo dan feril) datanglah Ben pria judes itu dengan santai. “ini aku bawakan obat” ucap ben sambil melemparkan bungkus obat ke mejanya. Yoyo mulai bangun dan memegang obat “mana minumnya??”. “hm?? Diemut ajalaaah..” jawab Ben dengan lantang. Terdengar suara cekikikan yang manis dari Feril, dia masih mencoret2 bukunya. Aku menengok ke bangku mereka sambil merapihkan tempat bekal yang telah kosong. “kamu sakit yo? Sakit apa? ini aku punya minum” sahutku sambil berjalan ke belakang kelas kearah bangku Yoyo dan duduk di depannya disamping Ben. “kalian berdua bisa gambar manga??” spontan ucapku melihat gambar Yoyo dan Feril. Ternyata sedari tadi mereka berdua sedang menggambar. “Ben juga bisa tuh” sahut Yoyo sambil melepaskan pensilnya dan mulai meminum obanya. Aku berlari ke bangku dengan sangat excited dan mengambil hasil gambar mangaku di binder di dalam tas.
Smenjak itu kami memulai hubungan kami dengan sharing masalah comic, dan art. Meskipun kami memiliki sifat yang berbeda, mulai dari feril yang smart, pendiam dan playboy, yoyo yang Hiperaktif dan jayus, Ben yang judes, dan aku bocah cewek yang labil, feminin dan sifat care berlebihan terhadap orang yg ada di sampingku, tapi kami memiliki 1 hobby sama dan sikap kompak dan saling pengertiannya kami antara satu dengan yang lainnya. Itulah yang membuat kami bersama.
                6 bulan berlalu setelah moment pertama kami merasa cocok, dan seminggu berlalu semenjak janji tidak akan saling suka. Beranjak dari kelas VIIa ke VIIIc. Kami mencari bangku yang saling berdekatan, aku duduk disebelah Feril, dan Ben duduk disebelah Yoyo yang tepat dibelakang aku dan feril.
                Setahun berlalu lagi sejak janji itu, kami telah banyak melakukan kegiatan seru bersama-sama, suka dan duka. “feril ayo kekantin aja.. pelajaran Kimia sangat gk asik banget..” bisikku membujuk feril untuk bolos. “gurunya juga genit bangetkan ril, kamu gk sukakan liat dia yang pake rok mini mulu” hasut Yoyo menambah. “ayolah, terserah dia mau ikut apa engga’” ajak Ben yang mulai berjalan meninggalkan bangku, aku dan Yoyo mengikuti berlalu meninggalkan kelas. Belum jauh dari situ, feril berlari mengejar kami. “kalo kena’ hukum, kita tanggung bersama-sama” sahut feril. “nah.. gitu dong”… saat kami memasuki kantin sekolah dan memesan makanan, ternyata guru Kimia kami barusaja selesai makan dan mau menuju kelas. “kalian? Bukannya saya punya jam dikelas kamu feril? Mau bolos ya?” Ibu itu sangat hafal dengan wajah feril karena selain smart, dia juga memiliki wajah yg imut yang digemari banyak wanita. Dan kamipun dihukum berdiri selama 3jam pelajarnnyanya dia. Belum lagi yang kita ketahuan main UNO dikelas, kejar2an dilapangan sekolah karena gambar wajah feril yang aku buat di ambil dan akan ditaru dimading, berkemah didepan rumah Ben, dan masih banyak lagi… Itu adalah moment yang tidak terlupakan selama di kelas VIII-c bahkan aku dan Ben jadi ikut-ikutan tenar karena Feril dan Yoyo.
Dari kelas VIIIc ke IXa, kali ini aku duduk dengan Ben. Perbincangan kami mulai merubah, membicarakan manga dan Art sudah mulai jarang, menghabiskan waktu merimajinasi bersama pun sudah mulai jarang. Kami mulai membicarakan Sekolah Menengah Atas yang kita tuju dan materi tambahan persiapan Ujian Nasional. “kok kamu udah gk dekil lagi sih dekil?” ucap Ben saat setelah libur panjang memasuki kelas IX. “ih, bilang kangen kek, apa kek, sebulan gk ketemu, malah komen yang gk penting” jawabku sambil menggatak. “kamu bedak-kan sekarang Tara?” feril memegang daguku sambil menggoyangkan kepalaku kekiri dan kekanan. “kok putihan si Tar? Kayak kambing dibedakin” ledek Yoyo. “ih akukan cewek, wajar dong bedakan… kalo putihan ia, kemarin aku luluran mulu sama kakak aku dikampung kan udah mau masuk SMA” jelasku. “ah dasar cewek”. “daripada ngebahas tentang aku yang mulai tambah feminine, mending kita ngebahas SMA yang cocok untuk kita berempat” kami berencana untuk masuk kedalam SMA yang sama.
“kamu milik aku ya sekarang” bisik Ben dijam pelajaran fisika. Aku menatapnya heran, kemudian menggataknya. “Yoyo pindah kedepan tuh sama Ben” kataku sambil membereskan tas dan pindah kebelakan disamping Feril. “dia kenapa Ben?” Tanya Yoyo yang sudah pindah tempat duduk disebelah Ben. “gk tau, dateng bulan kali’” jawab Ben sambil menengok kearahku dan tersenyum, aku masih dengan wajah judesku. “gk usah dihiraukan Tara sayang” ujar Feril masih memperhatikan guru yang menerangkan sambil mencatat beberapa hal yang penting. “sayang???”
Selama menjalani hari2 dikelas IXa, aku merasa sikap Feril dan Ben sangat berbada padaku, setelah janji itu, mereka lebih memperlakukanku seperti aku ratu. Setiap aku merasa tatapan Feril berbeda padaku, aku luluh dan aku melarikan diri. “Yo’ aku gk suka sama situasi ini” sambil memeluk Yoyo yang adalah tempat pelarianku dari kedua sahabatku yang mulai aneh. “tau’ tuh anak-anak pada gk jelas, lupa apa sama janji kita?” Yoyo membela. “Aku hanya takut Yo, kamu gk sama seperti merekakan?” ucapkulagi sambil menatap yoyo, dia hanya menggelengkan kepala, menggambarkan jawaban tidak.
Ujian Nasional berlalu, kita mempunyai planning sejak setahun yang lalu untuk pergi ke pantai dan berkemah untuk merayakan kelulusan. “kalian berdua jadian ya?” ucap Ben padaku dan yoyo yang mulai lebih sering berduaan. “aku masih menepati janji kita kok tenang aja..” jawabku judes. “itu makanya dulu aku tidak mau berjanji, aku tau kamu bakalan bikin aku menyukaimu” ujar Feril. “yoyo kok diem aja sih yo? Kamu ditolak tara juga ya” ledek Ben. “Yoyo yang paling romantic dalam hal ini, sudah buka websaite kita belum Tar?” pembicaraan memanas, aku mulai mengerti apa yang mereka bicarakan. Aku langsung pergi meninggalkan mereka bertiga tanpa satupun kata, yang seharusnya kita pulang besok dan bersenang2 malah kacaw karena para sahabatku mulai berdebat dan mengingkar janji.
Aku menagis seharian, dan mencari tau apa yang mereka bicarakan tentang yoyo di website. Aku membuka website yang kami buat untuk menshare gambar-gambar manga kami, dan disana terdapat sebuah gambar wajahku dan sebuah keterangan akan gambar itu, bahwa dia memendam rasa padaku menyimpannya erat sejak pertama kali aku memberikan perhatianku saat dia sakit dulu dikelas VIIa. Menyembunyikannya lewat sikap kehiperaktifannya dia, senyumnya, tawanya, “dan yang terpenting aku ingin membuatnya tertawa setiap saat meskipun sakit aku memendamnya. By- Yoyo” kalimat terakhir yang membuatku sedih. Mengapa baru sekarang aku sadar Yoyo menyukaiku? Setelah selama ini sikapnya yang melindungiku dan berusaha ingin membuatku bahagia dan tersenyum? Aku selalu merasa senang berada didekatmu sejak dulu, dan menyimpannya dengan cemohan ku “ah, Yoyo kamu Jayus deh… gk lucu tauuu…”
“kamu bodoh Yo’ tidak mencegahku membuat janji itu dulu, aku bahkan suka padamu sejak pertama kali kita bertemu pada masa Orientasi Siswa”. Send. Itu isi SMSku untuk yoyo.
To be continue…
READ MORE - CERPEN : Tak Semudah Itu

4 Jan 2013

Supir Angkot Itu

Hari ini saya menaiki angkot merah yang di supiri oleh seorang pria yg mungkin sudah berkepala 4. Aku menatapnya yg terlihat dikaca spion depan, tergambar matanya yg melotot serta merah. Parasnya menyeramkan, kulit coklat, dan mata yg lebam berkantong. Yang ada didalam pikiranku, apa dy begadang semalaman?  Atau sedari pagi tak mendapatkn penumpang? Apa yg dy resahkan? Di dlm angkot, terdapat beberapa penumpang yang memenuhi angkot yang dia kendarai. Seharusnya tidak ada yg mengganggu pikiranya karna hari ini dia mendapatkan cukup penumpang, itulah yang aku lihat sesaat 30menit perjalan yang aku tempuh bersama angkot merah yang di kendarai oleh supir bermata merah itu. 


Mungkin dy punya masalah dalam keluarganya? Masalah keuangan mungkin? Kekurangan uang untuk belanjaan istri, atau bayaran sekolah anak yg sudah menunggak 3bulan? Owh, Mungkin dy memiliki masalah setoran? Dy menunggak setoran 5hari? Apa setoran angkot bisa di utangkan? Sungguh banyak pertanyaan yg muncul didalam pikiranku, yg membuat aku teringat kepada sesosok ayah yg bekerja mencari nafkah demi kelangsungan hidup keluarga. Memikirkan sosok ayah yg selalu resah anak gadisnya belum pulang saat gelap malam menyelimuti langit. Resah memikirkan solusi masalah keluarga yg membebaninya. Jika engkau adalah ayahku, aku akan memelukmu, pelukan manja anaknya selalu bisa membuat ayahku tenang "we'll be alraight Aba, i love you". Tapi sayangnya dia bukan ayahku, sehingga dy hanya bisa membuatku memikirkan ayahku *miss my dadd :*
READ MORE - Supir Angkot Itu