Get Money

 

31 Jan 2013

CERPEN : Sebuah Alasan PART II

            “Kamu perlu ke psikiater” Rebecca merangkulnya dan pergi meninggalkan kamar kost itu. “sebenarnya I just need holiday or on vacation” gumam Sarah pelan dan menatap Rebecca. “ya, dan kita melupakan planning untuk pergi kepsikiater?” Rebecca tersenyum sesekali menengok ke sarah yang sedang mengendarai mobil menuju tempat psikiater. “will never do sarah.. hahaha” diikuti dengan tawanya. Sarah hanya tersenyum dan memalingkan wajahnya kejendela untuk melihat silaunya sinar matahari dan deretan gubuk-gubuk yang menghiasi sepanjang perjalanan mereka. Sudah lama tak dia rasakan sinar menyengat kulitnya, dan melihat sekeliling jalanan yang sama sekali belum berubah selama dia berdiam diri 3 bulan dikamar. “aku lapar” gumam Sarah lagi. “tentu saja setelah ke psikiater you can eat sepuasnya, youre sister yang baik hati ini akan mentraktirmu, sudah berapa lama kamu tidak makan Pitzza?” ledek Rebecca. Sarah hanya tersenyum sebagai jawabannya.
                “Baiklah, bisa kamu ceritakan apa yang terjadi pada sekujur tubuhmu?” dokter memulai perbincangan. Sarah menyambutnya dengan baik, dan mulai bercerita mengenai apa yang terjadi terhadapnya. Aku hanya mencoba menutupi perih didada saya, dengan cara mengalihkan sakit ini. Namun itu sama sekali tidak mempan, meskipun aku telah mencobanya berulang kali. Bahkan jika aku masih terbangun saat itu, aku ingin mengiris aliran darah ini hingga aku bisa mengakhiri semuanya. Setelah sejam berdiskusi “yang Sarah derita adalah Self Injury atau yang biasa dikenal dengan self harm (SH), atau self- inficted violence (SIV). Banyak penyebab dari Self Injury ini, namun sarah termasuk kedalam golongan self injury yang bertindak menyakiti diri sendiri untuk pengalihan rasa sakit hati, dan terkucilnya dia. Ini bisa menyebabkan kecanduan sehingga harus di jaga agar dia tidak melakukannya lagi.”
                “hey, aku tidak bisa menjagamu 24jam bukan?” Rebecca memulai perbincangan setelah meninggalkan tempat psikiater itu. Sarah hanya mengangguk seakan dia mengerti mengenai kesibukan kakak perempuannya ini. “ya, so you have protective youre self okay” sambung Rebecca lagi. “hemmm…! ya..! aku lapar!!” jawab Sarah. “baiklah, you have make swear! Apakah perlu kamu pindah dari kost itu dan tinggal bersamaku?” Rebecca masih melanjutkan perbincangan yang membosankan itu. “no, of course don’t need, aku sudah tidak berpacaran dengan Tio, dan aku akan mencari pacar yang lebih baik lagi untuk melupakan Tio. Aku sudah besar bukan? Maka aku akan tetap tinggal di kost sendirian dan I’m swear akan menjaga diriku 24 jam. And then… I’m hungry you know?!!” “Okay.. kita akan makan nasi padang diujung gang sana” ledek Rebecca “what? Bukannya tadi kita mau makan pitzza?” kejut Sarah. “hahahaha” kedua kakak beradik itu tertawa terbahak.
                “yap kita sampai…” berhenti tepat didepan rumah kost yang ditempati Sarah. Sarah turun dari mobil dengan santai, “ini obat penenang, kamu tahu kapan harus meminumnya bukan?” Rebecca menyodorkan tangannya keluar kaca mobil. “Ya, be save dijalan” sarah menjauh dari mobil dan melangkah menuju kamarnya.
                Melihat sekeliling tempat ini, seluruh memory tentang Tio mengelilingi kepalaku… ditangga ini dulu dia merangkulku, dan disini pula dia menyakitiku, dug-dug dug-dug jantung ini berdetak terlalu cepat. Sakiiit,, sakit ini masih melekat, dan membekas, bahkan mungkin takkan hilang. Mengendap-ngendap dikamar sendiri, karena suasana terasa begitu asing, gelap, dan tak bernyawa. Selimut yang masih berlumuran darah ini yang dulu menghangatkanku dari dinginnya hari-hariku… “haghhhh” memory tentang Tio menggerogoti isi jantungku, sakiiiiiit.
                “oh God.. Saraaaah, seharusnya aku tidak meninggalkan kamu sendiri tadi” Rebecca kembali karna memiliki perasaan yang tidak enak mengenai Sarah adiknya. “Sarah, bangun..” “em.. kamu masih disini?” sarah terbangun. “apa lagi yang kamu lakukan?” Rebecca mulai cemas karena adiknya yang tergeletak dilantai. “aku hanya tidur, ya ampun.. kamu terlalu menghawatirkanku” Sarah menggerutu. “baiklah, mari kita bereskan dan buang semua ini, barang2 tio.” Sarah hanya mengangguk pelan. “atau aku ingin pulang saja kerumah,” sarah merunduk. “aku masih tidak bisa melupakan seluruh moment di kamar ini dengan Tio, aku rasa, ini masih menyakitkan ku, dan ingin membunuhku secara perlahan.” bergegaslah mereka pulang kerumah peninggalan orang tua mereka yang telah meninggal 4tahun yang lalu karena sakit.
                “Rumahnya tidak berubah sedikitpun” ucap sarah. “ya, aku tidak ingin merubahnya, aku merasa kalau ibu dan ayah masih disini, well, ini kamarmu. Aku sekarang menempati kamar ibu dan ayah di depan, hari ini kamu membuat aku bolos kerja dan besok kita akan menjalani aktivitas kita masing-masing. Kamu akan kuliah, dan aku akan kerja besok, teruskanlah merapihkan kamar, aku akan keluar mencari makan malam.” Rebecca pergi meninggalkan Sarah. “akhirnya Tio tidak membayang-bayangi aku lagi”. Sarah mengelilingi rumahnya sendiri, “haaaagh apa yang diperbuat Rebecca?” Sarah memasuki kamar ibu dan ayahnya yang ditempati Rebecca. Sarah sangat kaget dengan apa yang terjadi pada kamar itu. Darkness, bad smell, dan banyak foto-foto yang tak terlihat karena bohlam kamar yang mulai redup, bahkan banyak sekali darah berceceran disana. Sarah berlari meninggalkan kamar karena mendengar Rebecca telah pulang.
                “well, kamu tidak boleh masuk kamarku, dan aku tidak akan masuk kekamarmu, dan kita akan menjaga privasi kita masing-masing. Okay?” Rebecca seakan mengira bahwa adiknya baru akan memasuki kamarnya. “ya, okay”.
                Malam menyelimuti rumah ini, udara dingin malam mulai menusuk kulit, mencekam. Aku tak bisa tidur membayangkan apa yang terjadi dikamar Ibu. Apa yang diperbuat Rebecca? Mengapa jam 1 dinihari dia masih belum tidur dan terus menangis? Ini sangat tidak nyaman, tidak senyaman dulu saat ibu dan ayah masih ada…
          Jam 3 dini hari dan aku masih mendengar Rebecca menangis, aku takut untuk menghampirinya, namun akan ku kuatkan batin ini menerima apa yang terjadi ketika aku masuk kekamarnya. Aku akan menerima apapun yang terjadi pada Rebecca dikamar itu, dan menguatkan langkah kaki ini melangkah menuju kegelapan dari dalam diri Rebecca. Knok knok knok, “Rebecca, buka pintunya.. kenapa kamu belum tidur?” suasana menjadi hening, dan tak lagi  terdengar suara isak Rebecca.
                Sarah beranjak meninggalkan kamar Rebecca secara perlahan,  “gubraaaaaaak” sarah terkejut dan berlari kembali kekamar, tak lagi mengetuk, Sarah langsung menendang pintu yang terkunci itu. Dia melihat Rebecca yang tergeletak lesuh dengan sebuah lilin yang mengelilinginya. Sarah mengangkat Rebecca keluar dari kamar. Badan Rebecca penuh dengan garukan-garukan kuku. “Rebecca banguuun, apa yang kamu lakukan??” Sarah menggeletakkan Rebecca di kamarnya dan kembali kekamar Rebecca yang dulunya adalah kamar ibunya. “Buku Komunikasi Dengan Aruah? Ini gila!!” sarah mengambil foto-foto yang tergeletak berhamburan dilantai, mematikan setiap lilin dan meninggalkan kamar yang kedap udara, bangkai kucing dan darah dimana-mana.
                “Nine one one? Please…” begitu panic dan shoknya Sarah mengetahui keadaan kakaknya. “Rebecca, Rebecca.. kamu gk boleh ninggalin aku..” sepanjang perjalanan menuju rumah sakit, Sarah mencoba membangunkan Rebecca.
                “Mohon maaf karena dia tidak bisa diselamatkan. Pihak medis menyarankan otopsi untuk Rebecca agar dapat mengetahui luka apa saja yang dia alami dalam tubuhnya.” Dokter menjelaskan dengan seksama. Itu tidak perlu dok, saya ingin sekarang diantarkan kerumah saya untuk segera dimakamkan.
                “3 januari 2008 - aku ingin ikut dengan mu ayah… aku tidak bisa hidup tanpa mu.” “6 May 2008 - Ibu, kenapa engaku ikut pergi meninggalkan aku? Lalu siapa yang akan merangkulku ketika aku jatuh? Kepergian Ayah bukanlah sebuah alasan untuk bunuh diri bukan?” isi diary Rebecca. “Aku tak sanggup membacanya” sarah memberikan buku diary Rebecca dan foto2 ibu dan ayahnya yang tadi bergeletakkan dilantai kepada dokter psikiaternya kemarin.
                “ibu kamu dulu pernah datang kesini 4 tahun yang lalu dengan Rebecca, aku tidak tau kalau self injury itu menurun kepada anak-anaknya. Saya harap kamu harus bisa tabah dan hindari benda-benda tajam disekelilingmu untuk menghindari self injury. Self injury bisa muncul karena rasa bersalah, mekanisme coping yang digunakan seornag individu untuk mengatasi rasa sakit secara emosional atau menghilangkan rasa kekosongan kronis dalam diri dengan memberikan sensasi pada diri sendiri. yang kejam dan merusak namun banyak orang melakukan karena memang mekanisme tersebut bekerja dan bahkan bisa menyebabkan kecanduan. self injuri  meliputi juga denomena lainnya yang berkaitan dengan pengrusakan tubuh sendiri namun pelakunya melakukan tindakan ini dengan harapan dapat mengatasi atau membebaskan diri dari emosi yang tidak tertahankan atau rasa tidaknyaman. Rebecca mengalami self injuri level bunuh diri karena diduga dia sudah melakukan ini selama 4 tahun.” Tercenganglah sarah mendengar penjelasan psikiater itu.
Dan kemudian apa yang akan tejadi padaku? Just move on? thats not enough!! Kemudian ada sebuah alasan mengapa I’m cring and cring for my live and for the way my family take…Dan aku akan tetap hidup untuk sebuah alasan yang tak pasti lalu melupakan apa yang terjadi pada keluargaku, karena arah angin yang akan menuntunku untuk menuju pada sebuah alasan aku hidup, of course for more something better.

1 komentar: