Aku bukan
gadis yang luwes, have a good many friends. So many people knows me, but thers
not talk to me. Mungkin karena aku kurang memiliki waktu nongkrong dengan
mereka. Aku lebih senang membaca novel atau pulang dan tidur saja dirumah jika
waktu sekolah usai, atau untuk mengisi waktu luang. Membahas masalah pribadi
atau menceritakannya kepada oranglain, menggosipi atau mengudge orang bukanlah
tipeku. Betapa pintarnya aku menjaga ucapanku, bahkan untuk menjaga perasaanku
kepada Mr.J pun akulah ahlinya. Nice guy, cute faces adalah criteria Mr.J.
Untuk yang
pertama kalinya Mr.J ini membuatku simpati, ketika kami berada dibangku kelas 2
SMA. Dia mempresentasikan tentang pencernaan sapi didepan kelas dengan bahasa
baku yang indah. Dia tidak sedang berpuisi atau membaca syair, namun nada
suaranya sungguh melodis dan membuatku tercengang, aku terpesona padanya.
Setahun
berlalu, ini adalah anniversary setahun aku menyukainya. Aku melingkari
kalender yang tertata diatas meja belajarku dengan stabilo bertinta pink, warna
kesukaanku. Yang harus kalian tau, aku bukan hanya pintar menjaga rahasia, dan
perasaanku, tapi aku pintar menjaga pandanganku. Tentunya agar Mr. J tidak tau
betapa nyata cinta yang terpampang dari mataku ketika menatapnya.
Dikelas 3
SMA ini kami focus untuk menghadapi ujian Negara. Keuntunganku, kami mendapat
kelas tambahan 3 jam sepulang sekolah. Itu artinya I have plus time with him.
Namun tetap saja, aku tak berani memulai untuk mendekatinya.
“Janet, nnty
malam ada party birthday dirumah Jeremi, kamu dateng gk?” ana gadis sebangku
denganku, gadis yang powerfull dan penuh energik. Seluruh teman sekelas bahkan
guru mengatakan aku dan ana sangat cocok untuk saling mengisi. Dia adalah
satu2nya gadis yang sering curhat seluruh masalah pribadinya padaku. Bahkan
cerita first date-nya dengan Jeremi, Mr. J ku. “Jeremi terlalu kekanak-kanakan
net, waktu kita hangout ke mall kemarin, dia ninggalin aku ditempat makan dan
malah asik main di funworld”. Tiga jam sudah aku mendengarnya bercerita tanpa
berkedip, aku tak ingin melewatkan satu katapun cerita tentang Jeremi.
**
“Janet, kamu mau gk jadi pacarku?” entah
sudah berapa pria yang melontarkan kalimat itu. Entah berapa puluh novel yang
diberikan mereka pada saat valentine musim kemarin. Bahkan “Stupid and
Contagious” karya Caprice Crane tertumpuk tiga sekaligus yang diberikan tiga
pria yang berbeda. Aku telah memikirkan untuk menjualnya kemana atau
menyumbangkannya saja. Sayang sekali tak satupun bingkisan atau kartu yg
tercantum nama Jeremi, “dan sayangnya lagi tak satupun pria yang mampu
mengalihkan bayangan Jeremi dimata hati ini,” dengan telunjuk menunjuk dada.
**
“Janet, kamu
datang juga?”, “Baru kali ini liat Janet pake gaun mini gitu” seru para
undangan yang mayoritas teman sekelas. Aku bahkan menghabiskan waktu tiga jam
dandan hanya untuk tampil istimewa di pesta Jeremi.
“siapa gadis
itu? Gadis yang dirangkul Jeremi?” pandanganku berhasil dialihkankan dari
hidangan pesta. Aku menjalani dua jam party dengan penuh senyuman, senyuman
kehancuran adalah kalimat yang paling tepat untuk mendeskripsikan perasaanku. “namun
yang kalian ketahui, keahlianku adalah memendam perasaan.” Sepanjang pesta
berlangsung, Jeremi dan gadis itu bagaikan perangko dan amplop, “menempel!!!”
aku pulang dengan perasaan cemburu, kini aku belajar bagaimana rasa itu dan
belajar menyimpannya.
Meskipun terlihat
Mr.J telah berpacaran, tetap saja hatiku bertahan ingin memilikinya, hingga
masa SMA berakhir, dan aku masih melingkari tanggal yang sama pada kalender
yang berbeda. Anniversary 2th aku menyukai Mr.J, dan dia tak pernah tau
perasaanku. Seluruh mantan siswa terlihat sibuk mengurus surat ini itu untuk
mendaftar di Universitas.
“Janet, kamu
tau gk kalo Jeremi akan menikah bulan depan? Aku sudah mendapatkan undangannya”
aku terpaku bisu menatap Ana yang mengobok-obok isi perut tasnya yang mungkin
isinya satu set makeup dengan merk yang berbeda-beda. Sebuah undangan hijau
digenggamnya keluar dari tas seharga 45rb, sebuah tas lukis berbahan semi jinz
yang sedang trand di sekolahan. Dengan tergesa-gesa, aku merampasnya “hey slow
down Janet,” aku mengalihkan pandanganku pada undangan itu dan membukanya “katanya
sih hamil”. “Benar” hanya itu yang keluar dari mulutku setelah melihat isi kertas
hijau. Air mata yang tak terbendung sudah pasti, dan jangan lupa dengan ulu-ku
yang tercabik-cabik. “Janet kamu kenpp…” belum selesai Ana berbicara “Aku gk
percaya naaa… Jeremi pria yang aku suka sejak kelas 2 SMA dia pria yang mampu
membuat jantungku berhenti berdetak ketika aku cemburu, dan berdebar kencang
ketika dia menatapku, kamu tau alasanku menolak pria2 itu? DIA!!” Ana
tercengang menatapku, entah apa yang dia pikirkan hingga membuatnya membisu. Aku
terisak menangis selama 2 jam untuk merelakan waktu 2 tahunku menyukainya, dan
selama itu ana diam menatapku.
Dia terlihat
ingin bicara, namun dia kembali menutup mulutnya melihat aku masih terisak “hey,hey
yang terpenting sekarang, kamu sudah bisa terbuka, masalah Jeremi, jangan lagi
kamu pikirkan, nanti kita cari Jeremi yang lain di Universitas.” “Jeremi yang
lain?” kalimat itu membuatku tersenyum, dan membuat ana terbahak. Mungkin dia
tidak menyangka hanya dengan kalimat itu bisa membuatku tersenyum.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar