Albino, pria albino yang
berdiri di pojok busway itu memiliki paras yang familiar. Dia terlihat seperti
Bule, dan sayangnya hanyalah pria dengan DNA albino. Tatapannya sangat
menyebalkan, seperti dia tidak mau dipandang oleh ku. Aku sama sekali tidak
merasa risih dengan pandangan itu, dan terus memandangnya. Pemikiran ini
sebenarnya sangat sederhana, dialah yang risih. Aku berjalan menghampirinya
“matamu belekan” kemudian tersenyum seakan-akan aku meledeknya. Dia memalingkan
wajah dan membersihkan seputaran matanya. Kemudian kembali menatapku “ituh
hidungmu banjir” hahaha, kami mulai akrab. Di situlah awalnya kami saling
ngobrol. Kami saling menanyakan hal-hal yang umum satu sama lain, terkadang dia
mulai bertanya, dan terkadang aku yang mulai bertanya.
Pembicaraan yang
sederhana seperti arah tujuan, sekolah, tempat tinggal, dll yang kemudian
membuat kami mulai bertukar number handphone. Meskipun hanya pembicaraan
sederhana, tapi rasanya itu sangat menyenangkan. Menyenangkan mendapat teman
baru dari perjalanan dengan busway. Lalu, ini adalah awal dari persahabatan
kami sekitar 4tahun yang lalu kelas 2SMP.
Inti dari cerita ini,
sebenarnya adalah akhir dari sebuah kehancuran persahabatan. 4 tahun kebersaman
kami hancur karna satu kata yang di lontarkan Ramz, pria albino yang aku anggap
sahabat. Malam itu kami terjebak di depan toko, berteduh karena hujan yang
lumayan membuat kami menghentikan perjalanan. “ri, Ram cemburu sama cowo Riri,
Ram cinta sama Riri”. Suatu problem yang universal yaitu masalah cinta!
Sudah ratusan kali dia
berkata “cemburu terhadap pacarku” dan ratusan kali pun aku berganti pacar. Aku
hanya menganggap kata itu hanya sebuah lelucon yang konyol. Sehingga setiap dia
berkata “aku cemburu” maka saat itulah aku memutuskan untuk putus dengan
mereka. Tapi kali ini berbeda, dia menambahkan kata “Cinta” aku di dalam
kalimat unik yang dia lontarkan setiap ada kesempatan! Sebenarnya kata “Cinta”
juga sudah ratusan kali dia katakan. Jawabanku, hanya menggatak kepalanya dan
tertawa! Kali ini Yang berbeda adalah mimik wajahnya. Dia menangis dan
menggenggam kedua lengganku. kami saling berhadapan.
Disana sangat gelap,
karena sudah pukul 23.56. kami pulang dari art festival perpisahan/kelulusan
SMA Kami. Well jawabannya aku hanya memeluk dan membisu tanpa ada satu kata pun
yang bisa aku sampaikan! Sebenarnya aku bingung harus bagaimana. Lututku lemas
seakan tak memiliki patella. Dia tak pernah menangis sebelumnya, menangisi
pacarnya, mantannya pun tak pernah. Pernah suatu hari dia marah, dan sedih
karna aku menangisi pria yang memutuskanku di kelas 2 SMA. Namun itu tidak
membuatnya menangis.
Hujan meredah seakan
kebingungan melihat tingkah kami yang dingin. Dia seolah ingin melepaskan
pelukanku meminta kepastian, tapi aku mengeluarkan energy ku memeluknya lebih
kencang. Seakan hanyut beberapa menit, aku mengingat semua yang pernah kita
lalui 1minggu belakangan ini, tidak! 1 minggu tidak cukup, tapi 4 tahun
kebersamaan kami ini, semuanya sangat indah seperti lagu “Andaikan kau datang
kembai” dengan lirik “terlalu indah di lupakan” oleh tante Ruth…
Seperti yang aku ingat,
saat kelulusan SMP yang seharusnya kuhabiskan 3hari bersama segerombolan
kawanan SMP di puncak malah ku habiskan waktuku 3hari bersamanya di villa.
Ehhem maksudku, bersamanya dan teman-temannya. Mereka juga kawanan yang lepas
dari gerombolan, bahasa kasarnya bolos. Kami menginap di sebuah villa keluraga
milik kawan sekelasnya, diawasi oleh ortu yang juga sedang berlibur. Disana
kami melakukan aktivitas yang sangat melelahkan. Mulai dari memancing, kejar2an
dengan sepedah, cebur2an di kali, dll.
Semua mengira kami
adalah sepasang pasangan yang sedang berpacaran, lalu mereka akan berkata, “ah,
kalian ini bikin kita iri saja”..
Aku ingat ketika itu
tepatnya saat kelas 2 SMA, kami jalan2 mengelilingi kota dengan menaiki busway.
Mencari angle yang pas untuk foto2. Gedung putih sebagai istana kerajaan kami,
dan gedung konstitusi sebagai penjara bawah tanah. Rakyat pinggirannya adalah
orang2 yang tinggal di kota. Begitulah kami merayakan hari Ultahku yang ke 16.
Dengan meramaikan kota dengan sorak canda tawa kami.
Hari2 kami habiskan
dikamarku, layaknya gadis seperkawanan yang sedang mencoba hal2 baru. Kami
berbagi cerita, yang umum, rahasia, bahkan mengungkit masa kanak2 yang
terkadang merupakan suatu kisah yang menggelikan. Dia berbagi orang tua, dan
aku berbagi saudara. Karna kakak laki2lah satu2nya yang ku punya sekarang. Yang
lainnya gone. Dan leave me alone, hingga aku bertemu dengan Ram si albino, dan
keluarganya yang mencintaiku layaknya anak perempuan mereka.
“Tidak aka nada yang
berubah dari kita Ri, hanya saja kamu tidak boleh pacaran dengan orang lain”
kata-katanya mulai dewasa, apa aku yang kekana2an? Perlahan aku melepas
pelukannya dan menatap Ram sahabatku, si pria albino ini yang kira2 30cm lebih
tinggi dari ku. Tatapanku seolah sama seperti kita pertama bertemu di busway,
tapi saat itu I wish him to be my friend, and now I expect him to be my boyfriend.
So, for my first time, i pull his collar, and kissed his lips.
Hii.. this is my pict (˘⌣˘)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar