Get Money

 

11 Apr 2012

CERPEN : Albino

Albino, pria albino yang berdiri di pojok busway itu memiliki paras yang familiar. Dia terlihat seperti Bule, dan sayangnya hanyalah pria dengan DNA albino. Tatapannya sangat menyebalkan, seperti dia tidak mau dipandang oleh ku. Aku sama sekali tidak merasa risih dengan pandangan itu, dan terus memandangnya. Pemikiran ini sebenarnya sangat sederhana, dialah yang risih. Aku berjalan menghampirinya “matamu belekan” kemudian tersenyum seakan-akan aku meledeknya. Dia memalingkan wajah dan membersihkan seputaran matanya. Kemudian kembali menatapku “ituh hidungmu banjir” hahaha, kami mulai akrab. Di situlah awalnya kami saling ngobrol. Kami saling menanyakan hal-hal yang umum satu sama lain, terkadang dia mulai bertanya, dan terkadang aku yang mulai bertanya.
Pembicaraan yang sederhana seperti arah tujuan, sekolah, tempat tinggal, dll yang kemudian membuat kami mulai bertukar number handphone. Meskipun hanya pembicaraan sederhana, tapi rasanya itu sangat menyenangkan. Menyenangkan mendapat teman baru dari perjalanan dengan busway. Lalu, ini adalah awal dari persahabatan kami sekitar 4tahun yang lalu kelas 2SMP.
Inti dari cerita ini, sebenarnya adalah akhir dari sebuah kehancuran persahabatan. 4 tahun kebersaman kami hancur karna satu kata yang di lontarkan Ramz, pria albino yang aku anggap sahabat. Malam itu kami terjebak di depan toko, berteduh karena hujan yang lumayan membuat kami menghentikan perjalanan. “ri, Ram cemburu sama cowo Riri, Ram cinta sama Riri”. Suatu problem yang universal yaitu masalah cinta!
Sudah ratusan kali dia berkata “cemburu terhadap pacarku” dan ratusan kali pun aku berganti pacar. Aku hanya menganggap kata itu hanya sebuah lelucon yang konyol. Sehingga setiap dia berkata “aku cemburu” maka saat itulah aku memutuskan untuk putus dengan mereka. Tapi kali ini berbeda, dia menambahkan kata “Cinta” aku di dalam kalimat unik yang dia lontarkan setiap ada kesempatan! Sebenarnya kata “Cinta” juga sudah ratusan kali dia katakan. Jawabanku, hanya menggatak kepalanya dan tertawa! Kali ini Yang berbeda adalah mimik wajahnya. Dia menangis dan menggenggam kedua lengganku. kami saling berhadapan.
Disana sangat gelap, karena sudah pukul 23.56. kami pulang dari art festival perpisahan/kelulusan SMA Kami. Well jawabannya aku hanya memeluk dan membisu tanpa ada satu kata pun yang bisa aku sampaikan! Sebenarnya aku bingung harus bagaimana. Lututku lemas seakan tak memiliki patella. Dia tak pernah menangis sebelumnya, menangisi pacarnya, mantannya pun tak pernah. Pernah suatu hari dia marah, dan sedih karna aku menangisi pria yang memutuskanku di kelas 2 SMA. Namun itu tidak membuatnya menangis.
Hujan meredah seakan kebingungan melihat tingkah kami yang dingin. Dia seolah ingin melepaskan pelukanku meminta kepastian, tapi aku mengeluarkan energy ku memeluknya lebih kencang. Seakan hanyut beberapa menit, aku mengingat semua yang pernah kita lalui 1minggu belakangan ini, tidak! 1 minggu tidak cukup, tapi 4 tahun kebersamaan kami ini, semuanya sangat indah seperti lagu “Andaikan kau datang kembai” dengan lirik “terlalu indah di lupakan” oleh tante Ruth…
Seperti yang aku ingat, saat kelulusan SMP yang seharusnya kuhabiskan 3hari bersama segerombolan kawanan SMP di puncak malah ku habiskan waktuku 3hari bersamanya di villa. Ehhem maksudku, bersamanya dan teman-temannya. Mereka juga kawanan yang lepas dari gerombolan, bahasa kasarnya bolos. Kami menginap di sebuah villa keluraga milik kawan sekelasnya, diawasi oleh ortu yang juga sedang berlibur. Disana kami melakukan aktivitas yang sangat melelahkan. Mulai dari memancing, kejar2an dengan sepedah, cebur2an di kali, dll.
Semua mengira kami adalah sepasang pasangan yang sedang berpacaran, lalu mereka akan berkata, “ah, kalian ini bikin kita iri saja”..
Aku ingat ketika itu tepatnya saat kelas 2 SMA, kami jalan2 mengelilingi kota dengan menaiki busway. Mencari angle yang pas untuk foto2. Gedung putih sebagai istana kerajaan kami, dan gedung konstitusi sebagai penjara bawah tanah. Rakyat pinggirannya adalah orang2 yang tinggal di kota. Begitulah kami merayakan hari Ultahku yang ke 16. Dengan meramaikan kota dengan sorak canda tawa kami.
Hari2 kami habiskan dikamarku, layaknya gadis seperkawanan yang sedang mencoba hal2 baru. Kami berbagi cerita, yang umum, rahasia, bahkan mengungkit masa kanak2 yang terkadang merupakan suatu kisah yang menggelikan. Dia berbagi orang tua, dan aku berbagi saudara. Karna kakak laki2lah satu2nya yang ku punya sekarang. Yang lainnya gone. Dan leave me alone, hingga aku bertemu dengan Ram si albino, dan keluarganya yang mencintaiku layaknya anak perempuan mereka.


“Tidak aka nada yang berubah dari kita Ri, hanya saja kamu tidak boleh pacaran dengan orang lain” kata-katanya mulai dewasa, apa aku yang kekana2an? Perlahan aku melepas pelukannya dan menatap Ram sahabatku, si pria albino ini yang kira2 30cm lebih tinggi dari ku. Tatapanku seolah sama seperti kita pertama bertemu di busway, tapi saat itu I wish him to be my friend, and now I expect him to be my boyfriend. So, for my first time, i pull his collar, and kissed his lips.

Hii.. this is my pict  (˘˘)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar